Part 1
Akhirnya menulis lagi…
Setelah sebelumnya saya
sempat menuliskan sebuah tulisan dengan judul ‘musim kkn’ maka kali ini saya akan bercerita lebih dekat tentang
KKN. Bagi yang belum tahu apa itu KKN maka sebagai perkenalan KKN adalah
singkatan dari Kuliah Kerja Nyata. KKN ini merupakan salah satu prasyarat yang
harus dipenuhi oleh mahasiswa S1 sebagai bentuk pengaplikasian semua teori yag
didapatkan dari bangku kuliah, di sinilah ujian sebenarnya dari semua ilmu yang
telah didapatkan.
Berbicara tentang KKN
maka akan mengurai episode yang sangat panjang, entah itu dimulai dari lokasi
KKN, program kerja, teman-teman seposko, watak masyarakat desa, dan kekonyolan
yang sering terjadi di lokasi KKN. Berhubung sangat banyak maka kali ini saya
hanya akan membahas tentang ‘Lokasi KKN’
Lokasi
KKN
Satu hal yang membuat
semua peserta KKN memasang kuda-kuda siaga 1 sehari sebelum pengumuman.
Mengapa?? Karena tepat di hari ‘H’ (hari pengumuman) maka para supervisor lah
yang harus memasang kuda-kuda untuk menampik semua alasan para peserta KKN yang
ingin berpindah tempat ataupun bertukar lokasi.
Ya….dari tahun ke tahun
hal yang sama selalu terjadi pada mahasiswa yang notabenenya berasal dari
berbagai fakultas yang berbeda-beda tentunya berharap bisa berada satu lokasi
dengan teman yang dikenalnya. Maka tak dielakkan lagi sistem lobi menjadi hal
yang lumrah ketika pembagian lokasi KKN telah ditetapkan.
Biasanya, hal-hal yang
menjadi alasan utama adalah karena lokasi KKN berada di kampung halamannya,
yang kedua karena isu tentang fasilitas lokasi KKN sangat minim, yang ketiga
karena umumnya peserta KKN tidak ingin terpisah dari teman-teman dekatnya dan
yang paling tolol adalah karena ingin selalu dekat dengan sang kekasih hati.
Alhasil sistem loby-meloby
pun terjadi, ada yang membuahkan hasil berupa senyum puas dari wajah para
mahasiswa, dan ada pula yang menghasilkan kerutan cemberut setelah keluar dari
kantor UPT KKN.
Meskipun begitu
ternyata persiapan kuda-kuda para supervisor lebih kuat, karena strategi yang
mereka pakai hanyalah sampai pada pembagian lokasi di tingkat Kecamatan,
sementara untuk tingkat desanya dibagikan pada hari ‘H’ setibanya di kantor
Kecamatan. Hal ini dilakukan para supervisor untuk melebur semua mahasiswa dan
juga memperkecil upaya loby yang dilakukan para peserta KKN.
Tapi lain lagi
ceritanya bagi peserta KKN yang sudah memiliki kebulatan tekad Meloby Tingkat Dewa agar bisa seposko
dengan temannya ataupun kekasih hatinya atau bisa juga agar mendapatkan posko
yang memiliki fasilitas sempurna (listrik, air, signal buat FB n dekat Jalan
poros agar bisa pulang ke kota sesering mungkin^^). Golongan ini dengan sangat
gigih melakukan diplomasi (ceileh….bahasanya) dengan para supervisor demi
mencapai keinginannya. Seperti biasa ada yang berhasil…..ada pula yang nihil
dan hanya bisa menerima nasib.
Seperti beberapa
kejadian yang terjadi pada KKN kali ini, ada yang bertempat pada lokasi sangat
terpencil yaitu desa yang terletak nyaris di puncak gunung, dengan fasilitas
seadanya (listrik hanya seminggu sekali, mandi di sungai, signal mesti
nongkrong dulu di atas pohon…he…he…ini serius loh). Bahkan ada salah seorang
teman yang demi me-charge hp mesti menempuh 5 km ke posko kecamatan (2 km jalan
kaki n 3 km naik angkutan umum), karena tidak tersedianya listrik di desanya.
Atau justru ada pula
yang mendapat lokasi justru bertolak belakang 1800 dengan fasilitas
yang sangat lengkap bahkan tak perlu capek-capek mencuci dengan tangan karena
adanya mesin cuci (Kalo yang ini sih, impian semua peserta KKN^^). Nah umumnya
teman-teman yang mendapat fasilitas ini proker yang diberikan diatas 10 proker,
maklumlah tingkat service kan mesti sebanding dengan kontribusi yang diberikan
kepada masyarakat desa.
Seperti itulah
perbandingan fasilitas lokasi KKN sehingga menciptakan sistem lobi-melobi. Jika
tadi kita sudah membahas tentang alasan fasilitas lokasi, maka sekarang kita
akan lihat dari perspektif alasan karena tidak ingin pisah dari teman
se-fakultas ataupun dari sang pacar.
Nah, kalo menurut saya ini
adalah alasan paling konyol dan manja yang pernah saya dengar. Hanya karena
ingin tetap bersama dengan teman atau pacar sampai-sampai dengan sepenuh hati
meloby para supervisor. Buat apa coba capek-capek ikut KKN kalo ternyata
pribadi individual dan egois seperti itu masih terpelihara dengan subur, yang
ada dari awal hingga akhir KKN hanya berisi keluhan kosong.
Seperti beberapa
kejadian yang saya ketahui dari beberapa teman di posko lain, ada kejadian
dimana munculnya genk-genk dalam satu posko yang menyulut pertengkaran
internal, perilaku individualistis dengan teman dari fakultas lain serta ada
pula perilaku gaya pacaran yang berlebihan antara sesama peserta KKN di satu
posko, ujung-ujungnya malah kenyaman dan keamanan di posko menjadi terganggu
dan tidak kondusif lagi untuk semua peserta KKN bekerja. Tuh kan, lebih banyak
negatifnya kalo semua peserta KKN terlalu manja dan egois.
Ya…semua itu hanyalah
sebagian kecil dari masalah terkait lokasi KKN yang muncul akibat sikap sebagian
peserta KKN yang terlalu kekanak-kanakan. So, sekedar saran saja buat para
peserta KKN berikutnya, supaya sembuhin dulu deh penyakit manja dan egois yang
diidap sebelum turun lapangan untuk KKN, takutnya ilmu dan pengalaman gak di
dapat malah capek hati doang!