Selama ini ketika kita
berbicara terkait masalah kebumian, geografi, serta berbagai teknologi terkait
ilmu kartografi (untuk anak-anak planologi bukan hal baru) maka condong kita
melihat bahwa semua itu adalah hasil kerja keras dunia barat mulai dari penemuan
hingga pengembangannya. Apalagi selama ini yang ditanamkan dikurikulum sejak SD
dulu yaitu Copernipus dan Galileo Galilei menjadi pesohor ilmu
ini. Ternyata tidak seperti itu sobat, justru pertama kali ilmu tentang
kartografi ini dicetuskan oleh seorang ilmuwan Islam yang kedudukannya sebagai
seorang tahanan.
AL-BIRUNI
Peletak Dasar Sains Modern
(Bapak Kartografi yang sebenarnya)
Pernah
seseorang bijak bertanya menagapa seorang cendekiawan selalu datang berbondong-bondong
mendatangi pintu orang-orangkaya, sementara orang-orang kaya enggan mengetuk
pintu para cendekiawan. “para cendekiawan,” jawabnya sangat memahami menfaat
uang, tetapi orang-orang kaya tidak mengetahui keutamaan imu pengetahuan.
Abu Ar-Rayhan Muhamad ibn
Ahmad Al-Biruni adalah seorang ilmuwan serba bisa yang memiliki keahlian setara
dalam fisika, metafisika, matematika, geografi, dan sejarah. Lahir di Kota Khat
dekat “Ural” pada15 September 973, Al-Biruni hidup semasa dengan ahli fisika
terkanal Ibn Sina. Sejak usia dini, dia berguru kepada Abu Nasr Mansur, seorang
ahli astronomi dan matematika terkenal. Pada usia 17 tahun, dia mulai
menggeluti sains dengan serius. Dia menghitung garis lintang kota tempat
tinggal ndengan mengamati ketinggian maksimum matahari. Ketika berusia 22
tahun, dia menulis sejumlah karya pendek. Salah satunya yang masih bertahan
hingga kini adalah Cartography, penelitian
tentang perpetaan. Al-Biruni mengkaji pelbagai macam peta yang ada pada saat
itu dan menuliskan hasil studinya. Selain itu dia membuat peta belahan bumi
versinya sendiri.
Kecerdasan Al-Biruni menjadi
buah bibir ketika Sultan Mahmood Ghaznawi, salah satu raja Muslim abad ke-11,
menaklukan negerinya, dia membawa Al-Biruni bersamanya.
Hubungan antara Mahmood dan
Al-Birun ini cukup aneh. Bisa dikatakan bahwa sebetulnya Al-Biruni adalah
tawanan Mahmood dan tidak diperbolehkan pergi sesukanya. Tetapi perjalanan
militer Mahmood ke India selalu menyertakan Al-Biruni dan Al-Biruni sangat
menikmatinya. Al Biruni mungkin mengharapkan perlakuan yang lebih baik dari
Sultan, tetapi penelitian-penelitian ilmiahnya jelas mendapat dukungan. Dia
telah mengunjungi seluruh pelosok India dalam kurun waktu 20 tahun dan
berkesmpatan mempelajari filosofi, matematika, geografi dan agama hindu dari
seorang Pandita yang sebagai imbalannya dia ajari ilmu pengetahuan dan filosofi
Yunani dan Arab.
Sekembalinya dari India, Al
Biruni menulis bukunya yang terkenal, Qanun-I
Masoodi (Al-Qanun Al-Masudi, fi
Al-Hai’a wa Al-Nujum) yang dipersembahkan bagi Sultan Masood (putra Sultan
Mahmood). Buku itu membahas beberapa teorema astronomi, trigonometri,
pergerakan matahari, bulan dan planet-planet serta topik-topik terkait.
Dalam bukunya berjudul Al-Athar Al-Baqia, Al Biruni berusaha
menghubungkan sejarah kuno bangsa-bangsa secara geografis. Dalam buku ini, dia
membahas rotasi bumi dan mengukur garis bujur dan lintang pelbagai tempat
dengan tepat.
Berabad-abad sebelum ilmuwan
lain, Al-Biruni sudah mempertanyakan apakah bumi berputar pada sumbunya atau
tidak. Dia menjadi orang pertama yang melakukan percobaan-percobaan berkaitan
dengan fenomenas astronomis itu. Dia mengembangkan metode triseksi segitiga dan
persoalan-persoalan lain yang tidak dapat dipecahkan dengan penggaris dan
kompas saja.
Al-Biruni wafat pada tahun
1048, pada usia 75 tahun setelah menghabiskan 40 tahun masa hidupnya untuk
mengumpulkan ilmu dan memberikan sumbangannya sendiri pada ilmu pengetahuan.
Dia dianggap sebagai salah satu ilmuwan besar dunia islam, sepanjang waktunya.
Semangatnya, kecintaannya akan kebenaran dan pendekatan ilmiahny,digabungkan
dengan rasa toleransi yang besar. Antusiasmenya terhadap ilmu pengetahuan bisa
dinilai dari pernyataannya:
Allah itu
Mahatahu, Dia tidak membenarkan kebodohan.
From: Memahat Kata Memugar Dunia
Posting by: Farish Al Farishy