Desember 20, 2011

KONTRASNYA VISI KOTA MAKASSAR DENGAN KONDISI EKSISTING (DARI PANDANGANKU)


Tulisan ini hanyalah sebuah opini pribadi saya tentang kota perantauan saya, dari pribadi saya sebagai warga Kota Makassar, sebagai mahasiswa tata kota, dan sebagai pencinta angkutan umum (loh apa hubungannya?? Let’s see)
Setelah menjalani hidup hampir tiga tahun di Kota Makassar untuk menuntut ilmu, saya kemudian melihat Kota Makassar dari perspektif yang berbeda dengan anggapan saya dulu. Kota Makassar yang dikenal sebagai icon kawasan Indonesia Timur dengan fasilitas layaknya sebuah kota Metropolitannya ternyata hanyalah sebuah “wacana” belaka.
Sebenarnya kalau saya lihat kembali (dari basic pribadi) akan visi Kota Makassar, saya sebenarnya bingung dengan tujuan pembangunan Kota Makassar saat ini, kemana sebenarnya arah pembangunan ini semua? Walaupun saya hanyalah mahasiswa amatiran yang sedang mendalami juga masalah tata kota tapi menurut saya Misi Kota Makassar dengan Visi Kota Makassar yang ada saat ini sangatlah bertolak belakang.
Mengapa??
Bisa kita lihat dengan jelas dalam bahwa visi Kota Makassar saat ini “Makassar Menuju Kota Dunia Berlandaskan Kearifan Lokal”, jika orang diluar Kota Makassar yang melihat tulisan ini pasti akan mengeluarkan komentar
“Wow…hebat banget Makassar” atau “Akhirnya Indonesia punya kota yang bisa di banggakan” atau “Kira-kira model kotanya gimana ya???”
Decak kagum selalu datang dari orang awam yang tidak mengerti akan masalah rumah tangga suatu kota, justru sebaliknya decak prihatin justru ditunjukkan oleh anggota rumah tangga kota tersebut.
Hal ini pun terjadi pada Bumi Daeng ini, visi “Makassar Menuju Kota Dunia Berlandaskan Kearifan Lokal” sampai saat ini hanyalah sebuah wacana belaka tanpa imbas langsung yang dirasakan masyarakat Kota Makassar.
Mari kita bahas 7 kata pada visi Kota Makassar, Makassar Menuju Kota Dunia…pertanyaan yang muncul kemudian adalah
Bagian mana dari Kota Makassar yang menuju Kota Dunia?
 Pertumbuhan ekonomi yang mengabaikan Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015 sehingga mengeplot semua kawasan menjadi pusat perekonomian? Pertumbuhan ekonomi yang hanya memihak pada pihak asing yang melakukan investasi, pada golongan atas dan justru membodohi masyarakat pribumi?
Apa benar fasilitas public yang telah memenuhi kebutuhan warga Kota Makassar?
Atau apa Pemda yakin Makassar tidak akan menjadi Jakarta kedua dengan kemacetannya? Lalu bagaimana dengan warga miskinnya, apa Pemda siap untuk memelihara mereka layaknya Kota-Kota Dunia?
Mari kita bahas kata-kata selanjutnya “…Berlandaskan Kearifan Lokal”, nah loh…ini nih yang bikin warga lokal pada umumnya keki abis kalo lihat nih slogan. Bagian mana coba yang berdasarkan kearifan lokal.
Coba lihat deh pembangunan gedung-gedung di Kota Makassar saat ini, rata-rata semua berbasis arsitektur modern atau biasa disebut desain minimalis, lalu nuansa lokalnya dimana???
Situs-situs lokal layaknya Karebosi dan Benteng Somba Opu mengalami pengalihan fungsi, bahkan pagelaran-pagelaran budaya lokal semakin jarang diadakan. Dan hal yang lebih memberikan decak prihatin adalah masyarakat asli Kota Makassar umumnya hidup dibawah garis kemiskinan, satu hal lagi yang bisa membuat tetangga kota lain berdecak prihatin adalah kehidupan masyarakat asli Kota Makassar ini justru bermukim di kawasan yang sangat dekat dengan pusat pertumbuhan ekonomi Kota Makassar (Kelurahan Lette dan Kecamatan Ujung Tanah).
Dalam hal dunia kerja, warga Kota Makassar umumnya jadi bawahan, trus yang jadi atasan para investor luar, nah loh… kok mau aja sih jadi bawahan di rumah sendiri?? (sayangnya itu semua bukan pilihan mereka, tapi nasib mengaharuskan)
Kemudian jika kita melihat kontrasnya fakta di Kota Makassar dengan visinya saat ini (yang katanya sudah berhasil), pertanyaan yang kemudian muncul di benak saya adalah
“Apakah sepenting itu citra Kota Dunia di pandangan orang-orang ‘luar’ sehingga mengabaikan masalah rumah tangga internal?”
“Menutup mata dari fakta demi sebuah applause?”

Wow…, saya yakin beberpa paragraf yang ada di atas pasti mendapatkan berbagai hujatan andai kata dibaca oleh pihak Pemda Kota Makassar, dan kurang lebih seperti ini hujatan yang mungkin keluar “Ala…h sok tahu kamu, tahu apa tentang perkembangan Kota Makassar” atau “Dasar mahasiswa! Sok idealis!!” atau “Jangan Cuma berani berargumen! Terlibat langsung dong!” atau mungkin yang lebih parah “Cari pemilik blog ini agar kita proses lebih lanjut” (he..he…kebanyakan nonton film sih)
Well, mengapa saya bisa memperkirakan semua hujatan itu? It’s cause I was ever get of them. Ok, fine. Saya memang mahasiswa, saat ini saya masih sangat idealis dengan semua hal terutama dengan permainan politik negeri ini, tapi satu hal yang pasti idealisme saya adalah sebuah prinsip yang (insya Allah) tidak akan luntur oleh waktu apalagi uang. Dan kedua adalah saya memang bukanlah salah satu tokoh penting di Kota Makassar yang sangat tahu tentang perkembangan Kota Makassar tetapi saya adalah salah satu dari ribuan masyarakat Kota Makassar yang belum merasakan manisnya visi “Makassar Menuju Kota Dunia Berlandaskan Kearifan Lokal” melainkan hanyalah dampak negative yang terciprat dari hari ke hari. Hal yang terkahir (Cari pemilik blog ini agar kita proses lebih lanjut), sebenarnya itu hanya karena terlalu banyak nonton film, tapi saya yakin kalau pihak terkait tidak akan melakukan hal itu, kalau memang pikiran mereka terbuka untuk menerima kritikan, bukan apa-apalah saya jika dibandingkan dengan kritik dari guru-guru besar kampus saya. Lagi pula ini kan negara demokrasi, bukan zaman orde baru (katanya pak presiden.com)
Jika ada yang bertanya mengapa saya bisa mengetahui semua hal yang saya tulis maka saya akan menjawab semua hal saya ketahui karena saya adalah pecinta angkutan umum dan pencinta survey lapangan. Waktu saya lebih banyak saya habiskan di angkutan umum (pet-pete) untuk sampai pada lokasi survey saya yang umumnya adalah permukiman-permukiman kumuh di Kota Makassar. Satu hal yang unik dari supir angkutan umum di Kota ini adalah suka curhat akan keadaan mereka kepada setiap penumpang, dan saya merasa, it’s ok – u’re my inspiration, I’ll heard you.
So, sekedar advice untuk Pemkot. Kalau bapak-ibu Pemkot memang ingin menjadikan Makassar Kota Dunia, mulailah dengan pondasi yang kuat. Selesaikan dulu semua permasalahan internal yang ada, jangan pura-pura buta ataupun tuli dengan keadaan sekitar. Kalau kata para engineer ‘kekuatan pondasi menentukan ketahanan bangunan’ begitupun dengan kota.
Atau coba deh, bapak-ibu Pemkot lebih sering naik pete-pete’…dijamin bisa saling memahami dengan masyarakat kalangan bawah, sekalian ngirit BBM kendaraan kantor. Iya kan pak-bu???

Foto Udara Kota Makassar

Desember 14, 2011

Sekotak Memory dan Harapan

Kita bertemu pada sebuah ruang berukuran 5 x 5 meter
Kita memulai dengan perdebatan tanpa ujung
Kita melalui dengan persaingan yang tak jelas arah
Kita menjadi rival hanya beralasan ambisi remaja

Kita bertemu lagi pada ruang yang lebih kecil
Kita memulai dengan diskusi yang lebih ramah
Kita bahu-membahu memikul amanah bersama-sama
Kita menjadi saudara atas dasar ukhuwah

Waktu berlalu dengan sangat cepat
Ukhuwah itu tetap terjaga, selama wajah masih bertatap
Suara masih bersahutan
Keluhan masih terus dingiangkan setiap dari kita

Sekali lagi waktu berlalu terlalu cepat
Ketika pondasi kokoh itu belum terbangun sempurna
Ada kegetiran yang terbersit
Di saat perpisahan itu
Berbagai pertanyaan muncul
Berhenti pada ruang kecil dan gelap itu
“Akankah ukhuwah ini akan terus terjalin?”
“Akankah tatapan itu kita temui lagi?”
“Akankah takbir itu, kita dengarkan lagi dari lisannya?”
“Akankah keluhan itu, akan terus mengganggu hari-hariku?”

Sebuah awal pasti menuju pada sebuah akhir
Sebuah kehidupan ditakdirkan menuju pada kematian
Sebuah permusuhan akan bijaksana dengan akhir persahabatan
Dan ukhuwah ini akan sangat indah jika tanpa akhir