September 30, 2013

Cerita Konyol : ‘Jadi mi Tugasmu’ (Jadi mi Tugasmu??)



Kejadian konyol yang menjadi pelajaran penting bagi kami sendiri.

Cerita ini dimulai dengan tugas besar yang diberikan oleh seorang dosen yang mana sebagai tiket masuki ujian final semester. Tepatnya mata kuliah Sistem Informasi Geografis, jadi tugas yang diberikan adalah menganalisis peta menggunakan program GIS. Saat itu setiap kelompok terdiri 2-3 orang, dan deadline terakhir adalah 15 menit sebelum ujian final.
Kejadian di mulai satu hari sebelum ujian oleh tiga sekawan. Salah seorang teman bernama Alank mengirim pesan singkat kepada teman kelompoknya. Dengan maksud untuk bertanya apakah tugas besar tersebut sudah selesai. Isi dari pesan itu cukup singkat ‘Jadi mi tugasmu’ lalu meng-send ke Fadly tanpa menambahkan tanda tanya (?) pada belakang kalimat. Fadly yang notabenenya juga belum mengerjakan tugas besar tersebut langsung menyambut dengan gembira isi pesan singkat, tanpa berpikir dua kali ia pun menganggap bahwa masalahnya terkait tugas besar telah terselesaikan dengan sms tersebut.
Dengan santai Fadly meneruskan pesan singkat tersebut pada teman kelompoknya yang ketiga; Ikram, dengan isi pesan yang sama. ‘Jadi mi tugasmu’ dengan ekspresi yang sama dengan Fadly, Ikram pun langsung tersenyum melihat isi pesan itu. Sementara Alank, sang pengirim pesan diawal sekali masih merasa khawatir karena sms yang dikirimnya belum dibalas oleh Fadly tanpa sadar akan kesalahan terbesar yang sudah dibuatnya.
Jauh di tempat lain, Ikram pun melangkah memasuki dunia mimpinya tetapi sebelum itu dia menyempatkan untuk mengirimkan pesan singkat dari Fadly ke Alank, ‘Jadi mi tugasmu’. Alank yang khawatir sejak tadi akhirnya bisa merasa lega dan melangkah ke dunia kapuk tanpa beban setelah mendapatkan pesan singkat dari Ikram.
Keesokan harinya, Hari Ujian. LT-01. Fadly dan Alank telah duduk dengan manis di ruangan ujian, sementara itu Sang Dosen pun mulai mengecek satu persatu tugas besar setiap mahasiswa. Ketika sampai pada giliran Fadly dan Alank, mereka dengan santai menjawab di Ikram, pak. Lima menit kemudian Ikram datang dengan setengah berlari, dan langsung di hadang dengan pertanyaan yang sama oleh Sang Dosen tentang Tugas besar. Ikram dengan santai mengatakan ‘Saya satu kelompok dengan Fadly, Pak.’ Dengan perkiraan Fadly sudah menyetorkan Tugas Besar tersebut. Secara spontan tiga sekawan tersebut saling melihat, antara bingung, merasa bodoh dan takut apa yang akan mereka hadapi jika Sang Dosen megeluarkan mereka dari ruang ujian saat itu juga.
Untunglah hari itu keberuntungan mereka bertiga, Sang Dosen sedang bermurah hati untuk memaafkan kesalahan konyol yang mereka buat. Setelah mereka menghadap dosen dan menjelaskan alasan mereka sambil memohon agar nilai mereka tidak dibatalkan.
Setelah keluar dari ruang dosen, Ketiga sekawan ini pun pergi menuju Plazgoz, bercerita tentang kebodohan dan kekonyolan mereka, dan tertawa terbahak-bahak. Saya yang berada di Plazgoz saat itu pun tak bisa berhenti tertawa mendengar cerita konyol itu.
Itulah akibat fatal dari pengharapan berlebihan dari orang lain ketika berada dalam tugas kelompok. Semoga tak ada kejadian konyol seperti ini terjadi lagi, terutama bagi ketiga sekawan itu.


September 29, 2013

Lirik Lagu Fiersa Besari

WAKTU YANG SALAH feat Thantri

Jangan tanyakan perasaanku jika kau pun tak bisa beralih
dari masa lalu yang menghantuimu, karena sungguh ini tidak adil

Bukan maksudku menyakitimu, namun tak mudah tuk melupakan
cerita panjang yang pernah aku lalui, tolong yakinkan saja raguku

Pergi saja engkau pergi dariku, biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah, hatiku hanya tak siap terluka
Beri kisah kita sedikit waktu, semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah

Hidup memang sebuah pilihan, tapi hati bukan tuk dipilih
Bila hanya setengah dirimu hadir dan setengah lagi untuk dia

Pergi saja engkau pergi dariku, biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah, hatiku hanya tak siap terluka
Beri kisah kita sedikit waktu, semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah

Bukan ini yang ku mau, lalu untuk apa kau datang?
Rindu tak bisa diatur, kita tak pernah mengerti
Kau dan aku menyakitkan

Pergi saja engkau pergi dariku, biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah, hatiku hanya tak siap terluka
Beri kisah kita sedikit waktu, semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah

September 28, 2013

Curhatan Tak Sampai:



SIAPA BILANG ‘BANYAK’ MAHASISWA ASAL PAPUA SULIT BERADAPTASI DARI SEGI MENTAL DAN INTELEKTUALITAS DI DUNIA KAMPUS???



Gambar Artikel 'Kala Papua Berguru di Hasanuddin’
Dua hari lalu secara tak sengaja saya membaca salah satu kolom artikel civitas di Media Massa Kampus dengan judul ‘Kala Papua Berguru di Hasanuddin’, sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di tanah Papua tentunya saya langsung tertarik dengan judul yang tercantum dengan pemikiran awal (beberapa detik sebelum membaca) pasti hal positif tentang mahasiswa Papua. Sayang sekali sodara…10 menit kemudian saya cukup kecewa dengan opini yang tertulis pada media kampus tersebut.
Pertanyaannya adalah apakah yang tertulis disana?? Kurang lebih isi dari artikel tersebut adalah tentang mahasiswa/i asal Papua yang berkuliah dengan bantuan beasiswa afirmasi dari Pemda. Mereka (yang menerima beasiswa) umumnya memiliki berbagai masalah terkait program studi yang telah dipilih entah itu tak sesuai minat hingga sang mahasiswa setengah hati mengikuti perkuliahan, masalah sulitnya mengikuti proses perkuliahan dan yang paling sering terjadi adalah masalah keterbatasan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup selama berkuliah di kampus merah ini.
Sebuah paragraph penutup pada artikel itu  menyimpulkan seperti ini ‘banyaknya mahasiswa asal Papua mengeluhkan kondisi perkuliahan Unhas lebih disebabkan mental dan intelektual mereka belum bisa beradaptasi karena sekolah-sekolah mereka berada di daerah tertinggal, jadi ketika kuliah mereka mengalami cultural shock dan stress
Dan jujur saya juga mengalami shock dengan paragraph terakhir di artikel tersebut. Memangnya seberapa banyak mahasiswa asal Papua yang ‘mereka’ survey hingga bisa mengatakan hal seperti itu?? Jika kalian yang membaca blog ini bukan berasal dari Papua mungkin sepintas lalu kalian akan sepakat, tetapi jika kalian berasal dan tumbuh besar di tanah Papua maka saya yakin persepsi kalian akan berbeda. Paragraf terakhir artikel tersebut menunjukkan satu hal bahwa selama ini pandangan para birokrat, dosen, hingga staf di kampus terhadap kami para mahasiswa yang lulusan SMA/SMK di Papua dengan model yang sama atau bahasa kerennya meng-generalisasi-kan mental dan intelektual kami semua, sebagai orang-orang dari daerah tertinggal dan akan mengalami cultural shock dan stress dengan proses perkuliahan di kampus dengan julukan world class university ini.
Saya teringat ketika masih menjadi mahasiswa baru (maba) di kampus merah ini, setiap kali program BSS (salah satu pelatihan skill untuk mahasiswa baru) ada satu momen dimana sebelum mengajukan pertanyaan pada dosen maka harus menyebutkan nama dan asal sekolah. Dan setiap kali saya melakukan hal tersebut, dengan bangga menyatakan saya lulusan Papua maka semua orang di ruangan akan berdecak dan ber’Ooo’ria dengan raut wajah yang berubah begitupun dosen. Entah sebuah decakan kagum atau kaget melihat seorang mahasiswa asal Papua berada di tengah ruangan kuliah dengan tingkat keaktifan diatas rata-rata. Bahkan hal seperti ini tak berhenti pada saat maba, ketika pertengahan perkuliahan hingga akhir pun, umumnya ketika saya mengatakan berasal dari papua atau melihat biodata personalku maka mereka untuk sepersekian detik akan memasang raut wajah kaget dan berkata ‘jauh sekali ya sekolahnya?’ atau ‘jauh sekali kampungnya’ dan saya pun biasanya hanya menjawab dengan senyuman. Hingga bosan saya setiap kali hal seperti ini terjadi. Apa yang salah dengan mahasiswa asal papua sekolah sejauh ini? Lebih tepatnya sekolah disini??
Mungkin karena persepsi yang salah selama ini terhadap kami (mahasiswa asal Papua.red) dengan berpikiran bahwa tingkat intelektualitas kami tidak mampu bersaing dengan masyarakat luar Papua.
Oh, Come on…lalu apa sebenarnya tujuan dari tulisan blog ini, apa hanya curhat omong kosong? Atau sebuah nostalgia??
Itukan pertanyaan kalian??!
Saya hanya ingin menyampaikan, tidak semua mahasiswa asal Papua memiliki mental dan intelektual yang rendah apalagi mengalami cultural shock dan stress saat kuliah. Saya adalah bukti nyata, saya lahir di Tanah Papua. Saya tumbuh besar di Tanah Papua. Saya mampu bersaing dengan mahasiswa lainnya di Kampus Merah ini. Dan saya juga menjadi lulusan terbaik di Kampus merah ini. Saya adalah Mahasiswa Asal Papua.
Saya hanya sebagian kecil dari teman-teman lainnya yang lebih pintar dan sukses yang kuliah dan tamat dari kampus merah ini. Banyak teman-teman saya lainnya dengan bantuan beasiswa Pemda Papua sedang melanjutkan kuliah S1 di Jerman, Jepang, China, Amerika dan beberapa Negara lain. Bahkan perlu di catat peraih nobel fisika di Indonesia adalah Seorang Anak Asli Papua, daerah yang selalu di pandang sebelah mata. Kami semua adalah mahasiswa asal Papua, kami memiliki mental dan intelektual yang siap diadu dengan mahasiswa manapun.
And the last, ayolah…jangan melontarkan suatu statement yang mempengaruhi mindset orang banyak untuk meng-generalisasi-kan kami.