September 28, 2013

Curhatan Tak Sampai:



SIAPA BILANG ‘BANYAK’ MAHASISWA ASAL PAPUA SULIT BERADAPTASI DARI SEGI MENTAL DAN INTELEKTUALITAS DI DUNIA KAMPUS???



Gambar Artikel 'Kala Papua Berguru di Hasanuddin’
Dua hari lalu secara tak sengaja saya membaca salah satu kolom artikel civitas di Media Massa Kampus dengan judul ‘Kala Papua Berguru di Hasanuddin’, sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di tanah Papua tentunya saya langsung tertarik dengan judul yang tercantum dengan pemikiran awal (beberapa detik sebelum membaca) pasti hal positif tentang mahasiswa Papua. Sayang sekali sodara…10 menit kemudian saya cukup kecewa dengan opini yang tertulis pada media kampus tersebut.
Pertanyaannya adalah apakah yang tertulis disana?? Kurang lebih isi dari artikel tersebut adalah tentang mahasiswa/i asal Papua yang berkuliah dengan bantuan beasiswa afirmasi dari Pemda. Mereka (yang menerima beasiswa) umumnya memiliki berbagai masalah terkait program studi yang telah dipilih entah itu tak sesuai minat hingga sang mahasiswa setengah hati mengikuti perkuliahan, masalah sulitnya mengikuti proses perkuliahan dan yang paling sering terjadi adalah masalah keterbatasan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup selama berkuliah di kampus merah ini.
Sebuah paragraph penutup pada artikel itu  menyimpulkan seperti ini ‘banyaknya mahasiswa asal Papua mengeluhkan kondisi perkuliahan Unhas lebih disebabkan mental dan intelektual mereka belum bisa beradaptasi karena sekolah-sekolah mereka berada di daerah tertinggal, jadi ketika kuliah mereka mengalami cultural shock dan stress
Dan jujur saya juga mengalami shock dengan paragraph terakhir di artikel tersebut. Memangnya seberapa banyak mahasiswa asal Papua yang ‘mereka’ survey hingga bisa mengatakan hal seperti itu?? Jika kalian yang membaca blog ini bukan berasal dari Papua mungkin sepintas lalu kalian akan sepakat, tetapi jika kalian berasal dan tumbuh besar di tanah Papua maka saya yakin persepsi kalian akan berbeda. Paragraf terakhir artikel tersebut menunjukkan satu hal bahwa selama ini pandangan para birokrat, dosen, hingga staf di kampus terhadap kami para mahasiswa yang lulusan SMA/SMK di Papua dengan model yang sama atau bahasa kerennya meng-generalisasi-kan mental dan intelektual kami semua, sebagai orang-orang dari daerah tertinggal dan akan mengalami cultural shock dan stress dengan proses perkuliahan di kampus dengan julukan world class university ini.
Saya teringat ketika masih menjadi mahasiswa baru (maba) di kampus merah ini, setiap kali program BSS (salah satu pelatihan skill untuk mahasiswa baru) ada satu momen dimana sebelum mengajukan pertanyaan pada dosen maka harus menyebutkan nama dan asal sekolah. Dan setiap kali saya melakukan hal tersebut, dengan bangga menyatakan saya lulusan Papua maka semua orang di ruangan akan berdecak dan ber’Ooo’ria dengan raut wajah yang berubah begitupun dosen. Entah sebuah decakan kagum atau kaget melihat seorang mahasiswa asal Papua berada di tengah ruangan kuliah dengan tingkat keaktifan diatas rata-rata. Bahkan hal seperti ini tak berhenti pada saat maba, ketika pertengahan perkuliahan hingga akhir pun, umumnya ketika saya mengatakan berasal dari papua atau melihat biodata personalku maka mereka untuk sepersekian detik akan memasang raut wajah kaget dan berkata ‘jauh sekali ya sekolahnya?’ atau ‘jauh sekali kampungnya’ dan saya pun biasanya hanya menjawab dengan senyuman. Hingga bosan saya setiap kali hal seperti ini terjadi. Apa yang salah dengan mahasiswa asal papua sekolah sejauh ini? Lebih tepatnya sekolah disini??
Mungkin karena persepsi yang salah selama ini terhadap kami (mahasiswa asal Papua.red) dengan berpikiran bahwa tingkat intelektualitas kami tidak mampu bersaing dengan masyarakat luar Papua.
Oh, Come on…lalu apa sebenarnya tujuan dari tulisan blog ini, apa hanya curhat omong kosong? Atau sebuah nostalgia??
Itukan pertanyaan kalian??!
Saya hanya ingin menyampaikan, tidak semua mahasiswa asal Papua memiliki mental dan intelektual yang rendah apalagi mengalami cultural shock dan stress saat kuliah. Saya adalah bukti nyata, saya lahir di Tanah Papua. Saya tumbuh besar di Tanah Papua. Saya mampu bersaing dengan mahasiswa lainnya di Kampus Merah ini. Dan saya juga menjadi lulusan terbaik di Kampus merah ini. Saya adalah Mahasiswa Asal Papua.
Saya hanya sebagian kecil dari teman-teman lainnya yang lebih pintar dan sukses yang kuliah dan tamat dari kampus merah ini. Banyak teman-teman saya lainnya dengan bantuan beasiswa Pemda Papua sedang melanjutkan kuliah S1 di Jerman, Jepang, China, Amerika dan beberapa Negara lain. Bahkan perlu di catat peraih nobel fisika di Indonesia adalah Seorang Anak Asli Papua, daerah yang selalu di pandang sebelah mata. Kami semua adalah mahasiswa asal Papua, kami memiliki mental dan intelektual yang siap diadu dengan mahasiswa manapun.
And the last, ayolah…jangan melontarkan suatu statement yang mempengaruhi mindset orang banyak untuk meng-generalisasi-kan kami.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar