Menurut Djoko Sujarto (Sujarto, 1985:2), peremajaan kota dapat
dilihat dalam tiga lingkup, yaitu :
1.
Peremajaan kota sebagai
suatu proses, sebagai suatu proses peremajaan kota diartikan sebagai proses
pengembangan kembali bagian wilayah kota yang telah terbangun untuk
meningkatkan produktivitas serta kegunaan bagian wilayah kota tersebut.
2.
Peremajaan kota sebagai
suatu fungsi, sebagai suatu fungsi peremajaan kota diartikan sebagai kegiatan
untuk menguasai, menata dan merehabilitasi atau membangun kembali suatu bagian
wilayah kota yang telah rusak untuk dapat menampung kegiatan-kegiatan yang
konsisten dengan rencana kota yang ada.
3.
Peremajaan kota sebagai
suatu program, sebagai suatu program peremajaan kota dapat merupakan
bgian dari suatu kegiatan pelaksanaan pembangunan kota yang terkoordinir dan
terpadu.
Pengertian peremajaan kota yang lain, seperti dikutip oleh
Achadiat Dritasto (1998:68-69) dari Mochtarram, yaitu sebagai berikut :
1.
Menurut Grebler;
peremajaan kota adalah usaha perubahan lingkungan perkotaaan yang disesuaikan
dengan rencana dan perubahan tersebut dilakukan secara besar-besaran untuk
dapat memenuhi tuntutan baru kehidupan di kota.
2.
Menurut Parry Lewis;
peremajaan kota adalah pembongkaran secara besar-besaran dari bangunan yang
pada umumnya sudah tua agar terdapat lahan kosong yang cukup besar sehingga
dapat direncanakan dan dibangun kelompok bangunan baru, jalan dan ruang
terbuka.
3.
Menurut Weimer dan Hoyt;
peremajaan kota adalah meliputi usaha-usaha rehabilitasi untuk memperbaiki
struktur di bawah standar sehingga memenuhi standar yang seharusnya; konservasi
adalah menyangkut rehabilitasi dan pemeliharaan dengan maksud meningkatkan mutu
suatu daerah; redevelopment yaitu pembongkaran, pembersihan
dan pembangunan kembali suatu daerah.
Pengertian lainnya yang dikutip dari tugas akhir Rica Swasti,
menurut Danisworo (Swasti, 1998:17), yaitu peremajaan kota dapat diartikan
sebagai salah satu pendekatan dalam proses perencanaan kota yang diterapkan
untuk menata kembali suatu kawasan di dalam kota dengan tujuan untuk
mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai dari kawasan kota tersebut sesuai
dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya.
Pengertian peremajaan kota lainnya yang dikutip dari Laporan
Studio Perencanaan Kota, Teknik Planologi-Institut Teknologi Nasional, 1994, yaitu
peremajaan kota adalah perubahan kota secara fisik terhadap bangunan dan
fasilitas yang sudah rusak atau menurun kualitasnya. Perubahan-perubahan
tersebut dilakukan untuk mengatasi tekanan akibat perubahan sosial ekonomi.
Peremajaan kota juga merupakan suatu hal yang terus menerus dilakukan karena
keadaan penduduk dan kebutuhannya selalu berubah.
Peremajaan kota (urban renewal) merupakan usaha yang
dilakukan untuk mengatasi dan mengantisipasi semakin meluasnya dampak negatif
pada perkembangan kota. Dalam hal ini peremajaan kota dilakukan untuk mengatasi
masalah kerusakan suatu kawasan/kota (urban blight), yaitu
mencakup kerusakan dan kemunduran kualitas dari bangunan-bangunan kota dan
lingkungannya, atau jika diukur menurut standar yang berlaku, kondisi bangunan
dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat.
Menurut Chapin (Chapin, 1965:311-312), kerusakan kawasan perkotaan
terdiri atas dua macam, yaitu :
1. Kerusakan yang sederhana/ringan (“simple form
of urban blight”), meliputi : kerusakan-kerusakan struktural, tidak ada
fasilitas sanitasi, pemeliharaan lingkungan yang elementer kurang, penumpukan
sampah, bau/bising, kekurangan fasilitas sosial, dan sebagainya.
2. Kerusakan kawasan kota yang kompleks/rumit (“complex
form of urban blight”), meliputi : tata guna lahan yang campur aduk,
pembagian dari blok-blok rumah dan jalan-jalan yang tidak praktis, kondisi yang
tidak sehat, keadaan yang tidak aman serta membahayakan, dan sebagainya.
Peremajaan kota dilakukan dengan pertimbangan beberapa faktor, diantaranya
adalah faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor pertimbangan ekonomi,
menurut Richardson (Dritasto, dkk., 1998:69) ada dua hal yang mengakibatkan
diperlukannya usaha peremajaan kota, yaitu :
1. Pertama, keadaan buruk perumahan penduduk berpenghasilan
rendah di pusat kota,
2. Kedua, adanya kebutuhan akan lokasi di pusat
kota untuk kegiatan komersial maupun perumahan penduduk berpenghasilan tinggi.
Peta Google Earth Kota Makassar |