SIAPA BILANG ‘BANYAK’ MAHASISWA ASAL PAPUA SULIT
BERADAPTASI DARI SEGI MENTAL DAN INTELEKTUALITAS DI DUNIA KAMPUS???
Dua hari lalu secara
tak sengaja saya membaca salah satu kolom artikel civitas di Media Massa Kampus
dengan judul ‘Kala Papua Berguru di Hasanuddin’, sebagai orang yang lahir dan
tumbuh besar di tanah Papua tentunya saya langsung tertarik dengan judul yang
tercantum dengan pemikiran awal (beberapa detik sebelum membaca) pasti hal positif tentang mahasiswa Papua. Sayang
sekali sodara…10 menit kemudian saya cukup kecewa dengan opini yang tertulis
pada media kampus tersebut.
Pertanyaannya adalah
apakah yang tertulis disana?? Kurang lebih isi dari artikel tersebut adalah
tentang mahasiswa/i asal Papua yang berkuliah dengan bantuan beasiswa afirmasi
dari Pemda. Mereka (yang menerima beasiswa) umumnya memiliki berbagai masalah
terkait program studi yang telah dipilih entah itu tak sesuai minat hingga sang
mahasiswa setengah hati mengikuti perkuliahan, masalah sulitnya mengikuti
proses perkuliahan dan yang paling sering terjadi adalah masalah keterbatasan
ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup selama berkuliah di kampus merah ini.
Sebuah paragraph
penutup pada artikel itu menyimpulkan
seperti ini ‘banyaknya mahasiswa asal Papua mengeluhkan kondisi perkuliahan
Unhas lebih disebabkan mental dan intelektual mereka belum bisa beradaptasi
karena sekolah-sekolah mereka berada di daerah tertinggal, jadi ketika kuliah
mereka mengalami cultural shock dan stress’
Dan jujur saya juga
mengalami shock dengan paragraph terakhir di artikel tersebut. Memangnya
seberapa banyak mahasiswa asal Papua yang ‘mereka’ survey hingga bisa
mengatakan hal seperti itu?? Jika kalian
yang membaca blog ini bukan berasal dari Papua mungkin sepintas lalu kalian
akan sepakat, tetapi jika kalian berasal dan tumbuh besar di tanah Papua maka
saya yakin persepsi kalian akan berbeda. Paragraf terakhir artikel tersebut
menunjukkan satu hal bahwa selama ini pandangan para birokrat, dosen, hingga
staf di kampus terhadap kami para mahasiswa yang lulusan SMA/SMK di Papua
dengan model yang sama atau bahasa kerennya meng-generalisasi-kan mental dan
intelektual kami semua, sebagai orang-orang dari daerah tertinggal dan akan
mengalami cultural shock dan stress dengan
proses perkuliahan di kampus dengan
julukan world class university ini.
Saya teringat ketika
masih menjadi mahasiswa baru (maba) di kampus merah ini, setiap kali program
BSS (salah satu pelatihan skill untuk mahasiswa baru) ada satu momen dimana
sebelum mengajukan pertanyaan pada dosen maka harus menyebutkan nama dan asal
sekolah. Dan setiap kali saya melakukan hal tersebut, dengan bangga menyatakan
saya lulusan Papua maka semua orang di ruangan akan berdecak dan ber’Ooo’ria dengan raut wajah yang berubah begitupun
dosen. Entah sebuah decakan kagum atau kaget melihat seorang mahasiswa asal Papua
berada di tengah ruangan kuliah dengan tingkat keaktifan diatas rata-rata. Bahkan
hal seperti ini tak berhenti pada saat maba, ketika pertengahan perkuliahan
hingga akhir pun, umumnya ketika saya mengatakan berasal dari papua atau
melihat biodata personalku maka mereka untuk sepersekian detik akan memasang
raut wajah kaget dan berkata ‘jauh sekali ya sekolahnya?’ atau ‘jauh sekali
kampungnya’ dan saya pun biasanya hanya menjawab dengan senyuman. Hingga bosan
saya setiap kali hal seperti ini terjadi. Apa
yang salah dengan mahasiswa asal papua sekolah sejauh ini? Lebih tepatnya
sekolah disini??
Mungkin karena persepsi
yang salah selama ini terhadap kami (mahasiswa asal Papua.red) dengan
berpikiran bahwa tingkat intelektualitas kami tidak mampu bersaing dengan masyarakat
luar Papua.
Oh, Come on…lalu apa sebenarnya tujuan dari
tulisan blog ini, apa hanya curhat omong kosong? Atau sebuah nostalgia??
Itukan pertanyaan
kalian??!
Saya hanya ingin
menyampaikan, tidak semua mahasiswa asal Papua memiliki mental dan intelektual
yang rendah apalagi mengalami cultural
shock dan stress saat kuliah.
Saya adalah bukti nyata, saya lahir di Tanah Papua. Saya tumbuh besar di Tanah Papua.
Saya mampu bersaing dengan mahasiswa lainnya di Kampus Merah ini. Dan saya juga
menjadi lulusan terbaik di Kampus merah ini. Saya adalah Mahasiswa Asal Papua.
Saya hanya sebagian
kecil dari teman-teman lainnya yang lebih pintar dan sukses yang kuliah dan
tamat dari kampus merah ini. Banyak teman-teman saya lainnya dengan bantuan
beasiswa Pemda Papua sedang melanjutkan kuliah S1 di Jerman, Jepang, China,
Amerika dan beberapa Negara lain. Bahkan perlu di catat peraih nobel fisika di
Indonesia adalah Seorang Anak Asli Papua, daerah yang selalu di pandang sebelah
mata. Kami semua adalah mahasiswa asal Papua, kami memiliki mental dan
intelektual yang siap diadu dengan mahasiswa manapun.
And the last, ayolah…jangan
melontarkan suatu statement yang
mempengaruhi mindset orang banyak
untuk meng-generalisasi-kan kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar