September 29, 2011

ELEGI MAHASISWA DI RANTAU

Pagi ini seperti biasanya, aku kembali terlambat bangun sementara waktu sudah menunjukkan pukul 08.44 AM pada jam digital di hp ku. Dengan segera aku melompat dari atas tempat tidur dan menyabet handuk serta alat mandiku menuju kamar mandi sebelum ada anggota kost-kostanku yang mendahuluiku. Mandi ala bebek pun segera kulakonkan, begitu pun dengan berganti pakaian semua serba kilat. Bahkan andaikan aku mempunyai 4 tangan maka semuanya akan sangat berfungsi disaat genting seperti ini.
Hpfuuh….akhirnya aku pun siap, tinggal mengunci pintu kamar dan memulai hariku walaupun selalu diawali dengan kepanikan dikala pagi menuju siang. Seperti biasanya, aku akan melalui sebuah jalan setapak kecil dengan permukiman kumuh disamping kanan dikiri jalan kecil ini. Sebenarnya pemilik rumah di daerah ini tidak semiskin para pemulung di Kota Metropolitan hanya saja kebiasaan mereka yang sangat buruk terutama pada sampah disekeliling rumah mereka membuat permukiman ini terlihat sangat kumuh dan menyedihkan.
Setelah melalui jalan setapak kecil dan permukiman kumuh, barulah aku bisa menghirup udara segar yang sangat menyejukkan yang tidak lain dan tidak bukan berasal dari indahnya alam kampusku yang tercinta (kalo lagi mood). Sebagai catatan sebenarnya aku tidak pernah berpikir akan melanjutkan sekolahku di tempat ini, di Kota Metropolitan yang merupakan kandidat penerus Jakarta di Indonesia Timur.
Kalian pasti sudah bisa menebak kota apa itu, orang-orang biasa menyebutnya sebagai Kota Anging Mamiri, tapi kalo saya ditanya kenapa sampai disebut begitu maka satu jawaban yang bisa ku berikan ‘mungkin dicomot dari lagu daerahnya’ maybe… satu hal yang paling penting adalah selama melewati panorama kampusku, hal yang paling suka ku lakukan adalah bersenandung lagunya Edcoustics-sebiru hari ini. Rutinitas sebagai mahasiswa perantauan dengan mimpi-mimpi untuk menjadi orang yang lebih baik dan sukses membuat aku meninggalkan tanah kelahiranku di ujung paling timur Indonesia.
Menjalani studi di kota ini adalah salah satu loncatan pertama aku untuk mencapai mimpiku. Dalam peta hidupku sudah kugambarkan skema mimpiku dengan sangat rapi dan teratur walaupun aku tahu pada kenyataannya, keseharianku saja tidak pernah teratur tapi itulah aku, walaupun fakta dilapangan berkata aku bukan tipe orang yang suka akan keteraturan tapi kenyataannya aku mampu untuk membuat mimpiku menjadi tersistematis mungkin (mungkin karena ku juga seorang planner^_^). Setiap mimpi yang terlintas di kepalaku selalu ku catat walaupun hanya sepersekian detik tapi aku akan segera menuliskannya dibuku mimpiku. Aku selalu merunut semua keseharianku mulai dari Rencana Umum sampai pada Rencana Detail (kalo proyek ala planner pembagiannya githu) meskipun dalam jadwal keseharian aku sering kali tidak konsisten tapi aku selalu mencoba untuk menyelesaikan semua yang sudah tercantum di jadwal yang ada.
Aku juga tidak malu ketika hampir di semua bukuku kutuliskan nama lengkapku disertai semua title gelar yang ingin ku capai mulai dari S.T, M.Eng sampai gelar Doctor. Ya…walaupun sering kali temen-temenku mengulukan senyum aneh tiap kali membacanya tapi tetap aja selalu berakhir dengan kata ‘AMIN, semoga benar-benar terwujud’, dan aku selalu membalas denagn senyuman karena itu berarti bertambah lagi satu orang yang mendoakan agar mimpiku bias terwujud.
Mencapai sebuah mimpi memang bukanlah hal yang mudah, memang terlihat indah ketika kita membaca ataupun menonton “Tetralogi Laskar Pelangi” tetapi kenyataan sangatlah sulit, mesti tetap bertahan pada niat dan tekad yang kuat walaupun kemampuan fisikmu sudah hampir lowbat (emang hp). Tapi jujur saja, salah satu motivasi aku untuk semakin menguatkan niat dan tekadku adalah buku itu (TLP dan negeri lima menara). Teringat sebuah ayat yang berbunyi “inna ma a’malu bi niat”, semua tergantung pada niat. Niat awalku untuk menjadi sukses dan mampu membanggakan orang tuaku karena itulah aku tidak akan berhenti mencapai hal tersebut sampai orang tuaku tersenyum bangga padaku, meskipun aku mesti jatuh bangun di tanah perantauan.
Mungkin dibagian belahan bumi lainnya ada kumpulan mahasiswa yang menikmati hidupnya dengan bersenang-senang dan tidak perlu kerja keras untuk mencapai kesuksesan dan selalu mendapatkan apa yang mereka mau dengan hanya menjentikkan jari saja (seperti sulap). Hidup bergelimang harta orang tua, tak perlu memikirkan akan kesusahan hidup ataupun selalu menadahkan tangan pada induk-induk mereka. Terkadang aku juga ingin berada diposisi mereka yang menikmati masa muda dengan bersenang-senang tetapi kemudian aku tersadar,
Itulah pembeda aku dengan mereka,
Itulah yang membuat aku lebih tangguh dari mereka
Itulah yang membuat aku lebih istimewa dari mereka
Dan itu pula yang membuat aku akan menjadi lebih sukses dan berhasil dari mereka karena
sebuah rumus yang selalu kupegang dan genggam dalam perjuangan ini
Kesuksesan = Niat/Tekad + Kerja keras + Doa
Kesuksesan ≠ Keberuntungan à Kesuksesan = Takdir

  
By: Farish Al Farishy

Danau Unhas

Pemandangan Danau Unhas Di Siang Bolong 

Rektorat Universitas Hasanuddin

Sang Merah Putih di Kampus Merah

September 27, 2011

Ramalan Penduduk Papua

Akhirnya saya menulis lagi....^_^
Kalo dilihat dari judul mungkin pembaca bakalan mikir kalo isi tulisan blog kali ini sejenis ramalan mengenai nasib penduduk papua di masa yang akan datang seperti ramalan para peramal-peramal terkenal, tapi nggak kok tulisan ini berisi prediksi perkembangan jumlah penduduk kota papua yang akan membludak pada tahun 2015 hingga 2025.
Ramalan ini berdasarkan hitungan teoritis yang dilakukan oleh kami, awalnya hanya untuk memenuhi tugas seorang dosen tapi kemudian hitungan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi saya khususnya yang pernah tinggal di Papua. 
Berdasarkan hasil perhitungan perkembangan jumlah penduduk Pulau Papua hingga tahun 2025 yang cukup besar sebagai contoh pada Kota Jayapura akan mencapai jumlah penduduk hingga 289.643 jiwa, angka yang jika ditinjau berdasarkan hirarki kependudukan telah berada pada kategori Kota Sedang sehingga perencanaan tata ruang wilayah kota pada Pulau Papua (Kota Jayapura Khususnya) telah menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Jangan lagi ada anggapan bahwa keberadaan kawasan timur akan berkembang dengan sangat lambat hanya dengan alasan aksesiblitas, karena pada kenyataannya perkembangan suatu kota baik itu skala kecil maupun metropolitan akan mengalami perkembangan drastis yang sangat dipengaruhi oleh semua komponen kota terutama penduduknya.
Semoga saja, hal ini ditanggapi serius oleh pemerintah pusat maupun daerah guna memberikan pembangunan tata ruang kota yang sehat dan ramah lingkungan untuk tanah Papua dan masyarakat Papua kedepannya.


Download disini (Data Proyeksi Penduduk Jayapura)

September 21, 2011

KEBIJAKAN PUBLIK



1.   Pengertian Kebijakan Publik
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7). 
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati. 
Pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4). 
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Seorang pakar mengatakan: (Aminullah dalam Muhammadi, 2001: 371 – 372):
“bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.”
Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang mengatakan: (Ndraha 2003: 492-499)
“bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat.”
Meski demikian kata kebijakan yang berasal dari policy dianggap merupakan konsep yang relatif (Michael Hill, 1993: 8):
“The concept of policy has a particular status in the rational model as the relatively durable element against which other premises and actions are supposed to be tested for consistency.”
Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam Kybernology dan adalah sistem nilai kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan dengan tepat menjadi suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model kebijakan antara lain menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional, model inkremental, model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem. 
Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Thomas R. Dye, yaitu: model pengamatan terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan organisasi, kebijakan menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management adalah suatu pedoman yang menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang memberikan suatu batas umum dan arah sasaran tindakan yang akan dilakukan pemimpin (Terry, 1964:278). 
Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu. Selanjutnya Bill Jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai: (Michael Hill, 1993: 34)
“A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve.
Dengan demikian kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan “administrasi negara.” Menurut Nigro dan Nigro dalam buku M. Irfan Islamy “Prinsip-prinsip Kebijakan Negara (Islamy, 2001:1), administrasi negara mempunyai peranan penting dalam merumuskan kebijakan negara dan ini merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara dalam mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan dalam bentuk kebijakan. Oleh karena itu kebijakan dalam pandangan Lasswell dan Kaplan yang dikutip oleh Said Zainal Abidin (Abidin, 2004: 21) adalah sarana untuk mencapai tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik. 
2.   Konsep Model Kebijakan Publik
Model kebijakan dinyatakan dalam bentuk konsep/teori, diagram, grafik atau persamaan matematis.
Ø Karakteristik Model Kebijakan Publik\
-          Sederhana & Jelas (clear)
-          Ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan (precise)
-          Menolong untuk komunikasi (communicable)
-          Usaha langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik (manageable)
-          Memberikan penjelasan & memprediksi konsekuensi (consequences)
Ø Model Proses: Siklus Kebijakan Publik
Aktivitas politik dilakukan melalui kelompok yang memiliki hubungan dengan kebijakan public – hasilnya adalah suatu proses kebijakan yang berisi:
-          Identifikasi/pengenalan masalah
-          Perumusan agenda
-          Formula kebijakan
-          Adopsi kebijakan
-          Implementasi kebijakan
-          Evaluasi kebijakan
Ø Model Pilihan Publik: Opini Publik
-          Perdebatan berikutnya adalah “kapan opini publiik seharusnya menjadi factor penentu terpenting yang sangat berpengaruhpada kebijakan public
-          Seharusnya ada keterkaitan antara opini public dengan kebijakan public (Opinion-Policy Linkage)
(R. Slamet Santoso – Model Dalam Kebijakan Publik)

3.   Proses Kebijakan Publik
Proses dalam kebijakan public merupakan proses yang rumit dan kompleks. Untuk mnegkajinya dibagi dalam tahapan-tahapan guna mempermudah pemahaman proses tersebut. Proses kebijakan publikterdiri atas:
a.    Proses Formulasi kebijakan
Merupakan langkah pertama. Terdiri atas beberapa kegiatan: prumusa masalah, penyusunan agenda, pencarian legitimasi, pemilihan laternatif dan penyataan kebijakan. Pada tahap ini proses politik lebih dominan.
b.   Proses Pengesahan Kebijakan
Proses menjadikan sebuah kebijakan mempunyai kekuatan hukum. Dilakukan setelah proses negosiasi, kompromi, bargaining dan sebagainya.
c.    Proses implementasi kebijakan
Tahap dimana alternative yang telah ditetapkan diwujudkan dalam tindakan nyata. Dilaksanakan oleh unit-unit administrative dengan memobilisasi sumber daya. Tahapini merupakan rantai yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan)
d.   Proses evaluasi kebijakan
Dilakukan guna menguji kemampuan suatu kebijakan dalam mengatasi masalah. Evaluasi kebijakan dapat memberikan informasi tentang keberhasilan dan kegagalan sebuah kebijakan. Dari tahap ini akan ditentukanmasa depan kebijakan tersebut.
Dalam kaitan dengan implementasi, bebrapa komponen kebijakan public yaitu:
a.       Tujuan yang hendak dicapai
b.      Sasaran yang spesifik
c.       Cara mencapai sasaran
(Wahyu Nurharjadmo – Implentasi dan Evaluasi Kebijakan Publik)

4.   Dimensi Kebijakan Publik
Bridgman Davis (2004: 4-7) menrangkan bahwasanya kebijakan public setidaknya memilik tiga dimensi yang saling bertautan, yakni sebagai pilihan tindakan yang legal atau sah secara hukum  (authoritative choice), sebaga hipotesis (hypothesis), dan sebagai tujuan (objective)
a.       Kebijakan public sebagai pilihan tindakan yang legal
Kebijakan bersifat legal atau otoritatif karena dibuat oleh orang yang memiliki legitimasi dalam sistem pemerintahan. Keputusan-keputusan itu mengikat para pelakunya salam bertindak atau mengarahkan suatu pilihan.
Kebijakan public lahir dari dunia politik yang melibatkan proses yang kompleks. Gagasan dapat datang dari berbagai sumber, seperti kepentingan para politisi, lembaga-lembaga pemerintah, interpretasi para birokrat, serta intervensi kelompok-kelompok kepentingan, media dan warga Negara.
Inti dari dunia politik adalah lembaga eksekutif yang memiliki kewenangan pemerintahan atas nama parlemen. Para komponen yang duduk di lemabag eksekutif sangatlah memahami akan posisinya dalam menentukkan arah-arah kebijakan. Dimana arah kebijakan tersebut haruslah jelas dan terarah. Kebiajkan kemudian dapat dilihat sebagai respon atau tanggapan resmi terhadap isu atau masalah public.

b.      Kebijakan public sebagai hipotesis
Kebijakan senantiasa belandaskan pada asumsi-asumsi mengenai prilaku. Kebijakan harus mampu menyatukan perkiraan-perkiraan (proyeksi) mengenai keberhasilan yang akan dicapai dan mekanisme mengatasi kegagalan yang mungkin terjadi.
Meskipun demikian, kebijakan bukanlah laboratorium temapt uji coba. Kebijakan biasanya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan uji oleh lingkungan dimana ia diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam membuat asumsi-asumsi dan model kebijakan. Sebuah kebijakan yang baik biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas. Sehingga para pelaksana keibijakan memahami teori dan model kebijakan yang mendukung keputusan-keputusan dan rekomendasi-rekomendasi didalamnya.

c.       Kebijakan public sebagai tujuan
Pada kenyataannya tujuan-tujuan kebijakan yang telah ditetapkan juga biasanya sedikt melenceng dikarenakan adanya akibat-akibat yang terjadi diluar perkiraan. Akibat sampingan (side effect) atau yang dikenal externalities atau spillovers ii hanya diketahuisetelah kebijakan diterapkan. Selain mempengaruhi pencapaian tujuan kebijakan, externalities tentu saja ‘mengganggu’ hasil-hasil kebijakan yang telah ditetapkan bahkan menciptakan masalah baru yang lebih kompleks.
Agar kebijakan tetap fokus pada tujuan yang telah ditetapkan pembuat kebijakan harus dilandasi oleh lingkaran tahap kebijakan yang meliputi perencanaan dan evaluasi. Dalam sebuah lingkaran perumusan kebijakan, pilihan-pilihan tindakan yang legal dibuat berdasarkan hipotesis yang rasional guna mencapi tujuan-tujuan kebijakan yang ditetapkan.
Rumusan sederhana ini menunjukkan hubungan antara ketiga dimensi kebijakan diatas. Artinya kebijakna public sebagai pilihan tindakan legal, sbegai hipotesis  dan sebagai tujuan merupakan tiga serangakai yang saling mempengaruhi satu sama lain.ketiganya merupakan prasyarat sekaligus tantangan bagi kebijakan public yang efektif.
(Edi Suharto – Model Sosial dan Kebijakan Publik)



September 01, 2011

MENGUAK KEMBALI "KASUS BANK CENTURY" - terlalu lamban atau sengaja dilupakan???


1.   LATAR BELAKANG

Salah satu isu yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan saat ini adalah kasus Bank Century, yang mana tidak hanya menjadi omongan para pejabat-pejabat bangsa ini tapi hampir semua elemen bangsa ini pun turut menaruh simpati atas permasalahan ini.
Kasus Bank Century berawal dari terbongkarnya kasus penggelapan dana nasabah bank tersebut yang dilakukan oleh pemilik dan pemimpin Bank Century beberapa waktu lalu. Adapun pemilik Bank Century yaitu Robert Tantular melakukan kejahatan Perbankan dengan memindahkan deposito valuta asing, mengingkari letter of commitment, dan terlibat dalam memasarkan produk reksadana PT. Antaboga Sekuritas yang jelas-jelas dilarang dalam UU Perbankan Pasal 10.
Dengan kondisi carut marut internal dalam tubuh Bank Century sendiri membuat Bank Indonesia selaku Bank Sentral menilai kondisi Bank Central sudah masuk dalm kategori gagal dan harus diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dikarenakan jika tidak segera diselamatkan maka hal ini akan berdampak secara sistemik pada negara dan bagi 23 bank kecil lainnya yang juga memiliki kondisi kritis pada saat yang sama, serta dapat memicu kepanikan masyarakat dan pasar uang.
Oleh karena sebab yang dikhawatirkan tersebut, maka pihak Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah melalui MenKeu untuk menyediakan dana talangan (bailout/penyelamatan) untuk Bank Century. Adapun pada saat itu pihak Bank Indonesia diwakili oleh Gubernur BI yaitu Boediono dan selaku MenKeu, Sri Mulyani Indrawati.
Dana talangan yang diharapkan pun akhirnya keluar dengan nominal yang sangat mengejutkan yaitu senilai Rp 6,7 Triliun yang berasal dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Bank Century atas izin Menteri Keuangan saat itu yang tidak lain adalah Sri Mulyani. Dana talangan ini diturunkan memalui 4 tahap (November 2008-Juli 2009). Angka ini mulai membengkak dari dana awal yang disetujui oleh DPR yaitu sebesar Rp 1,3 Triliun.
Padahal berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ‘mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman.’ Namun sayangnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) justru mengabaikan aturan tersebut
Tidak hanya itu, Prinsip the five C’s of credit analysis yang menjadi dasar pemberian dana talangan juga tidak diterapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS harusnya meneliti terlebih dahulu akan five’s tersebut Character (Kejujuran Pemilik Bank), Collateral (Jaminan Utang Bank), Capital (modal), Capacity (Kemampuan mengelola bank) & condition of economy. Artinya dari segi the five C’s of credit analysis, Bank Century sebenarnya tidak layak mendapatkan talangan dana dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) apalagi dengan jumlah mencapai Rp 6,7 Triliun itu.
Hal yang perlu ditekankan yaitu peran Bank Indonesia  sebagai Bank Sentral yaitu mengelola ekspektesi masyarakat denga salah satu implementasi yang berusaha ditunjukkan adalah dengan penyelamatan Bank Century.
Dengan melihat uraian latar belakang yang diuraikan diatas tidaklah mengherankan jika sampai saat ini sangat banyak kalangan yang menuntut kepada pihak berwajib yaitu Polri dan Kejaksaan Agung agar segera menyelesaikan permasalahan ini dengan seadil-adilnya. Terutama dari kalangan para mahasiswa yang cukup kritis dalam menanggapi permasalahan ini, sehingga muncullah berbagai kejanggalan baru dalam permasalahan ini, antara lain :
1.      Mengapa dana talangan (bailout/penyelamatan) bisa lima kali lebih besar dari asset total Bank Century yang hanya Rp 1,3 Triliun
2.      Berdasarkan hasil penyelidikan, dari Rp 6,7 Triliun tersebut belum sampai serupiah pun ke tangan nasabah Bank Century yang dirugikan. Jadi sebenarnya kemana dana talangan tersebut mengalir?
3.      Bagaimana mungkin sebuah bank swasta kecil sekelas Bank Century yang jumlah nasabahnya hanyalah 0,01% dari jumlah nasabah total Perbankan di Indonesia dan juga hanya memiliki asset 0,3% dari asset total perbankan di Indonesia dapat mengakibatkan dampak yang sangat sistemik pada dunia Perbankan Nasional
4.      Bagaimana bisa dana talangan sebesar itu disetujui oleh oleh Menteri Keuangan, sedangkan pada kasus sebelumnya, kasus BLBI sangatlah sulit untuk mendapatkan kuncuran dana penyelamatan.

2.   PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT

Jika berbicara mengenai kasus Bank Century maka ada tiga elemen yang wajib bertanggungjawab penuh akan talangan dana sebesar Rp 6,7 Triliun yang tidak jelas rimbanya saat ini, yaitu :
1. Departemen Keuangan    --->   Menteri Keuangan : Sri Mulyani
2. Bank Indonesia   ---> Gubernur BI kala itu : Boediono
3. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Ketiga elemen tersebut harus bertanggungjawab karena tiga hal :
À      Bank Indonesia Tidak menjalankan fungsi Perbankan dengan baik
À     Departemen Keuangan telah menyuntikkan dan talangan yang membengkak dari kesepakatan awal dengan DPR RI.
À   Bank Indonesia dan Departemen Keuangan tidak mengaudit investigasi dampak kegoncangan Bank Century terhadap berbagai sektor secara keseluruhan sebelum dana talangan dikeluarkan.
Pemerintah menyatakan kembali bahwa penyelamatan Bank Century didasarkan atas pertimbangan ekonomi yang tengah berada dibawah tekanan krisis keuangan global, penyelamatan Perbankan Nasional dan sistem keuangan nasional.
Ketiga pihak yang bertanggungjawab penuh atas kuncuran dana  tersebut menyatakan dengan tegas bahwa hasil audit investigasi Bank Century yang dilakukan oleh BPK (Badan Pengawas Keuangan) bisa dijelaskan dengan baik akan semua dana tersebut, akan tetapi sampai sekarang belum ada sama sekali tanda-tanda transparansi hasil audit tersebut kepada masyarakat
Sementara itu mantan wakil presiden Jusuf Kalla dengan gamblang menyatakan bahwa ‘kasus Bank Century bukanlah disebabkan oleh krisis ekonomi global tetapi kasus kriminal yang dibiarkan berlarut-larut sehingga merugikan keuangan negara buktinya pada saat itu hanyalah Bank Century yang mengalami kolaps tapi bank-bank kecil lainnya tidak sama sekali’. Menurut dia, penyelesaian kasus Bank Century bukanlah dengan penyuntikkan dana oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tapi harus melaporkan kepada polisi dan menangkap manajemen bank tersebut.
Jusuf Kalla pun sempat menyatakan bahwa beliau telah meminta kepada pihak Bank Indonesia untuk segera melaporkan manajemen Bank Century yang melakukan kejahatan Perbankan kepada pihak berwajib akan tetapi dari pihak Bank Indonesia menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai dasar hukum yang kuat untuk melakukan pelaporan tersebut.
Berdasarkan pernyataan tersebut semakin memperkuat opini publik bahwa Bank Indoesia yang memiliki andil terbesar dalam kasus Bank Century. Ambruknya Bank Century disebabkan oleh kelalaian pengawas Perbankan yang dilakukan pihak Bank Indonesia sehingga pemerintah melalui LPS  berusaha melakukan penyelamatan dengan penyuntikkan dana sebesar Rp 6,7 Triliun.
Hasil laporan  interim BPK terkait kasus bailout Bank Century maka disimpulkan bahwa kesalahan terjadi lebih mengarah pada penyalahgunaan wewenang & pengawasan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan pihak Bank Indonesia. Kesewenangan Bank Indonesia ditunjukkan dengan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar 632 Milyar kepada Bank Century saat Perbankan itu memiliki Rasio Kecukupan Modal (CAR) minim. Hal ini dilakukan Bank Indonesia setelah mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang CAR pada point syarat yang mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), perubahan ini sangatlah kontras dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) sebelumnya, sehingga indikasi perubahan aturan tersebut terkesan hanya untuk ‘menggolkan’ pengucuran  Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.
Berdasarkan hasil audit investigasi yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan (BPK) ditemukan juga sembilan indikasi pelanggaran dalam penyelamatan  Bank Century
                                    
 3.   DAMPAK-DAMPAK DARI KASUS BANK CENTURY

Istilah ‘Dampak Sistemik’ yang melambung seiring dengan perkembangan kasus Bank Century bisa menjadi bumerang bagi pengambil kebijakan bailout Bank Century.
Kita tentu paham dengan apa yang dimaksud dampak sistemik, yaitu munculnya persepsi negatif yang timbul setelah Bank Century di tutup. Persepsi negatif  tersebut adalah ketidakpercayaan publik pada pemerintah dalam mengawasi kinerja Perbankan, sehingga menimbulkan chaos.
Sekarang pertanyaannya apakah benar penutupan Bank Century berdampak chaos?
Persepsi negatif bermula sari subyektivitas yang diyakini oleh sejumlah orang sebagai obyektivitas, jika subyektivitas ini memiliki daya tular yang tinggi maka subyektivitas akan menjadi variabel penyebab chaos, meskipun hanya dibangun oleh sejumlah kecil individu namun dapat mempengaruhi sebagian besar komunitas. Dalam ilmu fisika  dikenal dengan nama Lyapunov Multiplier.
Untuk kasus Century, jika pemerintah mengumumkan “Bank Century ditutup karena pemiliknya korup” maka ada kemungkinan timbul persepsi bahwa Perbankan Indonesia tidaklah aman. Tapi perlu dipertimbangkan juga akan persepsi masyarakat terhadap SBY sangatlah positif dikarenakan  pemerintahan yang cepat tanggap terhadap masalah tersebut tidak seperti kejadian tahun 1998.
Untuk mengukur dampak sistematik dalam kasus Century dapat dilakukan pendekatan antara lain:
1.      Berapa jumlah nasabah Bank Century yang akan dirugikan (memiliki simpanan lebih dari 2 milyar) yang akan memaki pemerintah bila terjadi penutupan.
2.      Berapa jumlah nasabah Bank Century yang akan berterima kasih kepada pemerintah yang telah menyelamatkan uang mereka dari jarahan manajemen Bank Century (memiliki simpanan kurang dari 2 milyar).
Secara logika, pendekatan kedua akan lebih banyak dibandingkan yang pertama. Secara analisi variabel juga menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap pemerintah  masih lebih kuat setelah munculnya kasus Century ini.
Namun pada kenyataanya, setelah penguncuran dana talangan tersebut dari LPS tidak semua nasabah Century dapat mengambil dananya kembali bahkan nama Bank Century pun diganti sehingga membuat para nasabahnya menjadi nasabah tanpa bank. Lebih lanjut, justru penyelamatan Bank Century malah menimbulkan hak angket dan penurunan kepercayaan terhadap presiden beserta partainya. Kenapa?
Hal ini dikarenakan penyelamatan Bank Century telah menumbangkan semangat pemberantasan korupsi yang menjadi tiang utama penyangga kepercayaan publik, karena koruptor Bank Century ditangkap setelah mendapat kucuran dana dari LPS.
Dampak lainnya yang sangat nyata dari pemberian bailout ini adalah kerugian negara sebesar Rp 6,7 Triliun yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Padahal dana tersebut berasal dari pembayaran pajak masyarakat indonesia yang seharusnya dialokasikan bagi kepentingan umum dan bukannya menjadi dana gelap yang mengalir tanpa keterangan.
Dampak yang kedua adalah dari segi psikologis, dampak psikologis ini ibarat pisau bermata dua karena selain memberi efek positif juga memberikan efek negatif. Efek positifnya adalah menguatkan kepercayaan investor khusunya disaat pemberian bailout yang bertepatan dengan masa krisis global. Hal ini dapat memberi rasa aman untuk berivestasi di indonesia saat itu karena adanya jamina dari pemerintah. Tetapi disisi lain tidak adanya pertanggungjawaban dana sebesar Rp 6, 7 triliun telah membuat para investor mempertanyakan kapabilitas pemerintah dalam mengawasi penyaluran dana Perbankan dan dalam skala lebih besar mengawasi perekonomian Indonesia. Kemudian jika terbukti ada motif politik di belakang kasus Century ini maka bagi para investor maupun pelaku ekonomi menunjukkan betapa tidak transparannya pemerintah. Efeknya adalah para investor asing menjadi enggan berinvestasi di Indonesia karena tidak terciptanya Good Governance dalam pemerintahan. Sedangkan jika pemerintah salah memprediksiskan kebutuhan bailout kepada Bank Century, hal ini hanya akan mengakibatkan diragukannya kemampuan tim ekonomi pemerintah.
Selain itu pengusutan kasus Bank Century yang berlarut-larut hanya menyebabkan ketidakpastian dalam berinvestasi dan kekhawatiran adanya goncangan politik akibat kasus ini dapat menyebabkan larinya investor dan perlambatan pertumbuhan ekonomi seperti menurunnya kapasitas penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya bakal menimbulkandampak ikut penurunan belanja masyarakat, penambahan pengangguran dan merembet ke masalah sosial lainnya . Jika dilihat dari sisi pemerintah hal ini bukannya tidak berdampak besar, tidak adanya dukungan resmi pemerintah terhadap tim ekonomi bisa membuat tim ekonomi lambat dalam bertindak jika ada kasus seperti ini diwaktu mendatang.
Dampak lainnya adalah nilai tukar rupiah diperkirakan akan menjadi korban dari berlarutnyakasus Bank Century. Selain itu dengan adanya skandal ini pemerintah menjadi tidak siap dalam menghadapi Free Trade Agreement (FTA) dikawasan asia tenggara dan China, padahal FTA sudah harus dimulai tahun ini.
Dapat dipastikan jika kasus ini tidak diselesaikan dengan cepat hal ini akan berakibat pada stagnasi pembangunan dan larinya investor dan modal keluar negeri (capital outflow).
Berlarut-larutnya penyelesaian skandal ini kian memunculkan biaya sosial yang lebih besar lagi dan juga menguras banyak energi bangsa jika terus bergulir tanpa arah dan penyelesaian yang jelas. Dengan adanya kasus ini fokus program kerja 100 hari kabinet tidak bisa berjalan dan diawasi seperti rencana semula karena energi pemerintah banyak tercurah untuk mengatasi  kasus bailout Bank Century.

4.   SOLUSI YANG DITAWARKAN
À   Jika mau kasus Bank Century ini terungkap, maka semua stakeholder harus bekerjasama, serius, profesional dan btidak menerima suap dari pihak manapun.
À   Negara kita ini haruslah banya belajar dari kejadian masa lampau sehingga tidak jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya, seperti pada kasus BLBI dan Bank Global.
À   Pembentukan Pansus yang dilkaukan oleh DPR adalah sebuah langkah yang cukup bagus, tapi yang penting DPR harus serius, jangan hanya tebar pesona yang justru nantinya akan berakibat pada kompromi politik.
À   Fungsi pengawasan Bank Indonesia harus dijalankan , atau bila perlu diaktifakn kembali lembaga supervisi yang berfungsi sebagai lembaga pemantau kinerja Bank Indonesia.
À   BPK, KPK dan Polri harus tunjukkan keberanian, ketegasan, dan sikap netral. Siapaun dia nanti yang terbukti bersalah terlibat dalam kasus ini harus diproses secara hukum, tak terkecuali Boediono dan Sri Mulyani yang juga bertanggungjawab penuh akan mengalirnya dana talangan tersebut.
À   Jika ada bank nakal (kolaps) karena dikelola secara sembrono maka lembaga itu tidak perlu diselamatkan dengan alasan apapun, karena penyelamatan itu hanya bakan melukai rasa keadilan rakyat.