Februari 27, 2012

MENAPAKI JEJAK SRIKANDI ABAD 20; PERJUANGAN ITU PILIHAN


Sejak nabi adam diciptakan Tuhan dan diberikan kemegahan hidup di surga-Nya, Tuhan juga menciptakan seorang pendamping hidup untuknya, sesosok perempuan yang lemah lembut dari tulang rusuknya yang kemudian kita kenal perempuan itu bernama Hawa. Pada hakikatnya penciptaan Tuhan selalu berpasangan, ada panas-ada hujan, ada hitam-ada putih, ada jahat-ada baik,  ada miskin-ada kaya, dan tentunya yang paling mendasar adalah penghuni alam ini, ada kaum lelaki dan kaum perempuan.
Suatu faktas bahwa saat ini populasi kaum perempuan cenderung lebih banyak dibandingkan kaum lelaki. Kuantitas yang terus berkembang memberikan kesempatan kepada kaum hawa untuk berdiri sejajar dengan kaum adam. Meskipun perubahan zaman telah membawa kita (kaum perempuan) melangkah lebih jauh dalam menujukkan jati diri sebagai seorang Srikandi abad 20, sejatinya naluri perjuangan kaum perempuan telah ada sejak dulu sekali bahkan sejak zaman nabi. Bahkan di negeri kita sendiri, perjuangan kaum perempuan merupakan salah satu senjata yang cukup mutakhir dalam usaha mencapai kemerdekaan NKRI.  Organisasi-organisasi perempuan memberikan kontribusi dan pematik bagi kaum perempuan lainnya untuk terus muncul dan menyatakan diri sebagai tameng perjuangan.
Perjuangan kaum perempuan sejak dulu hingga saat ini bukanlah sebuah perkara mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan, konstruksi budaya dalam masyarakat seringkali menjadi batu sandungan yang cukup berat untuk dilewati mengingat negara kita ini berbudaya ketimuran. Salah satu problem yang seringkali menjadi perisai bagi kaum perempuan dalam melangkah yaitu mengenai stratifikasi gender, yang entah diwariskan oleh budaya ataupun sengaja diadopsi lingkungan menjadikan kaum perempuan harus menempati ‘posisi kedua’ setelah kaum lelaki. 
Perubahan zaman juga telah memberikan kita (kaum perempuan) kesempatan seluas-luasnya untuk berkarya, stratifikasi gender tidak lagi mengekang kaki kita untuk mendapatkan kedudukan yang sama dengan kaum lelaki sejak dikeluarkan UU RI No.39 Tahun 1999 tantang Hak Asasi Manusia yang menjamin keterwakilan perempuan baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Oleh karena itu, tidaklah heran jika kita lihat saat ini mulai bermunculan aktivis-aktivis perempuan yang tidak henti-hentinya berjuang menyadarkan kaum perempuan lainnya agar segera keluar dari keterkungkungan  adopsi praktek-praktek patriarki, bahkan terkadang mereka menerima keadaan tersebut sebagai kodrat.
Sejarah panjang kiprah dan perempuan yang prestisius harus pula mampu untuk mengambil peran dalam era globalisasi yang menuntut kesiapan skill yang tinggi dan relatif berat. Paradigma lama yang memberikan bayang-bayang perempuan sebagai kaum lemah dan tebatas, harus segera di ‘delete’ dari memory para kaum muda. Pola pikir kaum perempuan muda, harus ditata sesuai dengan kebutuhan zaman saat ini dan kompleksitas kehidupan yang sangat membutuhkan campur tangan kaum hawa.
Tidak perlu terlalu luas kita berbicara mengenai peran kaum wanita perpolitikan Indonesia, lihat saja sepak terjang para Srikandi abad 20 dalam lingkup kecil kita ini; lingkungan Fak. Teknik. Meskipun dari segi kuantitas, kalah di banding kaum adam tapi tidak diragukan akan kualitas yang dimiliki untuk terus berkarya dan berprestasi.
Sepak terjang kaum perempuan muda  saat ini dilakukan dengan turut aktif dalam organisasi dan kelembagaan. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri dari keberadaan kaum hawa dalam suatu organisasi atau lembaga yaitu memberikan warna tersendiri, baik itu dengan sikap alamiah seorang wanita yang cenderung lebih berperasaan, sensitif, serta tenang, membuat suatu lembaga menjadi lebih hidup dibandingkan sebelumnya. Meskipun begitu suatu kenyataan juga bahwa keberadaan kaum perempuan dalam organisasi belum maksimal dalam menjalankan fungsinya (dalam hal kuantitas), lihatlah keadaan lembaga kampus saat ini kuantitas mahasiswi di lembaga cenderung menurun tetapi bukan berarti kecilnya kuantitas menunjukkan kualitas dan eksistensi yang juga menurun, wanita-wanita teknik terpatri memiliki karakter yang kuat dan sikap kerja keras yang mampu menyamai apa yang dilakukan kaum lelaki. Hanya saja perbedaan orientasi saat ini yang mulai terpecah menjadi dua kutub, antara seorang organisatoris dan seorang academic oriented dalam lingkup kecil ini. Entah siapa yang memulai tetapi anggapan bahwa kedua hal ini tidak akan bisa berjalan beriringan dalam dedikasinya, membuat pilihan atas kedua posisi tersebut menjadi cukup sulit bagi para pelaku serta menjadikan sugesti bagi setiap perempuan untuk kemudian memutuskan pilihan sejak awal melangkahkan kakinya menuju suatu komunitas dan perjuangan yang lebih kompleks. Apapun itu, begitulah hukum kehidupan, anda sebagai seorang intelektual muda harus memilih antara dua pilihan atau mungkin juga jika anda tidak sepakat dengan anggapan tadi, anda akan membuat pilihan ketiga dengan mewujudkan kedua pilihan tersebut secara bersamaan, tetapi jangan sampai ada pilihan keempat yang justru membuat anda tidak memilih sama sekali dan diam tanpa tujuan, karena diam tanpa pilihan apalah bedanya dengan sebuah kematian.

Tinja menjadi Daging???


Dr. Ikeda

Setelah marak pemanfaatan kotoran/tinja manusia sebagai sumber biogas di kalangan masyarakat, ternyata tinja juga dapat diolah menjadi daging untuk menambah  nilai jual. Seorang ilmuwan asal Okayama Laboratory, Jepang bernama  Mitsuyuki Ikeda melakukan  penelitian terhadap kotoran/ tinja manusia. Dari hasil peneliitian yang dilakukan didapatkan bahwa lumpur  yang berasal dari kotoran/ tinja manusia mengandung 63% protein, 25% karbohidrat dan  3% vitamin yang dapat larut dalam lemak dan 9 % mineral.

Penelitian yang dilakukan ini, untuk membantu pemerintah setempat yang kewalahan dalam menangani banyaknya kotoran /tinja manusia yang harus dibuang  ke laut setiap tahunnya. Akhirnya Ikeda menemukan sebuah cara untuk mengolah kotoran manusia tersebut menjadi daging sintesis.
Proses pengolahan dilakukan mengekstrak protein yang terdapat pada lumpur kotoran/tinja manusia, kemudian setelah mengalami ekstraksi , protein akan dikombinasikan dengan peningkat reaksi. Pengolahan selanjutnya menggunakan mesin canggih yang disebut exploder, untuk memproduksi daging ‘buatan’.
Dari hasil uji coba yang dilakukan, mereka yang telah mengonsumsi ‘daging’ dari kotoran manusia menyebutkan rasanya seperti daging sapi.
Menurut Ikeda dan rekan-rekannya, cara ini merupakan solusi sempurna untuk mengurangi jumlah limbah dan emisi dari perut. Namun sayangnya, masih ada kekurangan dari solusi yang ditawarkan Ikeda. Biaya untuk memproduksi ‘Daging’ buatan itu 10 sampai 20 kali lebih mahal dibandingkan dengan harga daging sapi sungguhan. Akan tetapi, menurut Ikeda harga produksi daging tinja ini akan menjadi lebih murah jika di produksi secara massal.
Apa anda tertarik untuk mencoba???