April 15, 2013

Budi Doremi-Asmara Nusantara


waktu itu kamu pakai baju merah
yang ku tahu aku pakai baju putih
kita bergandengan menyusuri kota
dan cinta kita seperti indonesia
walau kini kau ada di wakatobi
yang jelas-jelas aku di raja ampat
luasnya lautan memisahkan kita
oh indahnya bercinta di nusantara
kita sepakat bila rasa yang sesungguhnya
tak mudah didapat
perlu ada pengorbanan, perlu ada perjuangan
seperti pahlawan
kita tulis cerita yang takkan kita lupa
bersama kita di bawah langit senja
kita nyatakan saja pada mereka lewat sebuah lagu
asmara kau dan aku di bumi khatulistiwa
kita sepakat bila rasa yang sesungguhnya
tak mudah didapat
perlu ada pengorbanan, perlu ada perjuangan
seperti pahlawan
kita tulis cerita yang takkan kita lupa
bersama kita di bawah langit senja
kita nyatakan saja pada mereka dengan sebuah lagu
kita tulis cerita yang takkan kita lupa
bersama kita di bawah langit senja
dimana kita nyatakan saja pada mereka lewat sebuah lagu
asmara kau dan aku di bumi yang indah di khatulistiwa

April 07, 2013

TEORI NEILS BOHR


A. MODEL ATOM NEILS BOHR
Sebelumnya seorang ahli kimia bernama Rutherford telah mengemukakan teorinya yang mengatakan bahwa “elektron-elektron yang berada pada atom berputar mengelilingi inti atom. Padahal menurut hukum fisika klasik bahwa elektron yang mengelilingi inti atom lama-kelamaan akan jatuh ke inti atom. Akan tetapi hal ini tidak sesuai dengan kenyataan bahwa elektron di dalam atom tidak akan pernah jatuh ke inti atom. Dalam hal ini kelemahan yang dimiliki oleh Rutherford adalah ia tidak bisa menjelaskan susunan elektron yang berputar mengelilingi inti atom dan mengapa elektron tidak jatuh pada inti atom sesuai dengan teori fisika klasik.
            Adanya fakta seperti itu sehingga membuat Niels Bohr seorang ahli fisika menyatakan bahwa kelemahan Rutherford dapat dipecahkan dengan menggunakan teori kuantum untuk menggambarkan struktur atom. Adapun teori yang di kemukakan oleh Niels Bohr untuk mendukung teori dari Rutherford yaitu dengan menggunakan sampel hydrogen hal ini dikarenakan hydrogen hanya memiliki 1 elektron.
            Berdasarkan hasil pengamatan tersebut maka Bohr merumuskan sebagai berikut:
1). Elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasan tertentu dengan tingkat energi tertentu.
2). Elektron dapat berpindah dari satu lintasan ke lintasan lainnya dengan melakukan penyerapan maupun pelepasan energi  sesuai dengan persamaan Planck yaitu E = hv. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya spectrum warna.
3). Elektron bergerak mengelilingi inti atom dengan lintasan tertentu, dengan momen sudut kelipatan h/2n, sehingga momentum setiap lintasan mempunyai nilai n.(h/2n)   h = ketetapan Planck dan selama mengelilingi inti atom elektron sama sekali tidak menyerap maupun melepaskan energi (statitioner). Dikarenakan itulah maka elektron tidak pernah jatuh pada inti atom.
Ionisasi juga mengakibatkan hilangnya gaya tarik menarik antara elektron dan inti atom (proton) sehingga energinya adalah nol

 B.SPEKTRUM UNSUR
Spectrum adalah susunan warna yang diperoleh dari perambatan cahaya melalui suatu prisma kaca.
Niels Bohr mengambil sampel hydrogen agar dalam pelaksanaan eksperimen, pengamatan akan lebih mudah karena hanya ada satu elektron. Adapun proses terjadinya spectrum pada hydrogen , karena adanya keadaan elektron yang tidak stabil atau mengalami eksitasi karena penyerapan energi. Keadaan yang tidak stabil ini akan segera menjadi stabil bila elektron tersebut kembali ke kondisi energi sebelumnya sambil memancarkan foton (seberkas cahaya yang terdiri dari beribu-ribu partikel) dengan energi tertentu yaitu sebagai garis-garis warna. Besarnya  energi foton dalam bentuk spectrum ternyata merupakan selisih energi dari tingkat lintasan elektron semula dengan lintasan baru, ∆E=E2-E1.
Spectrum dapat dibedakan menjadi dua yaitu spectrum kontinyu dan spectrum garis. Dimana spectrum kontinyu adalah spectrum lengkap yang dihasilkan oleh cahaya matahari sedangkan spectrum garis adalah spectrum yang dihasilkan oleh unsur yang hanya mengandung beberapa garis warna yang terpisah satu sama lain. Sebagai contoh pada spectrum kontinyu adalah pada saat cahaya  matahari dipantulkan jika di fraksikan pada kepingan CD maka akan muncul spectrum lengkap seperti warna pelangi. Dan pada spektrum garis sebagai contoh yaitu uap Natrium dan uap raksa (merkurium) bila dipanaskan menghasilkan warna kuning dan dimanfaatkan untuk lampu penerangan jalan.

C. PERTENTANGAN DARI PARA ILMUWAN  TENTANG TEORI BOHR
            Berdasarkan perkembangan fisika mutakhir maka  Louis Victor de Broglie  menyatakan bahwa elektron mempunyai sifat sebagai partikel sekaligus sebagai gelombang, hal ini didapatkan berdasarkan teori energi yang telah diungkapkan oleh Einstein dan Max Planck. Berdasarkan pernyataan de broglie tersebut maka disimpulkan bahwa gelombang tidak bergerak menurut garis melainkan menyebar pada suatu daerah tertentu.

PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI


1.     Pers di zaman Orde Lama atau Pers Terpimpin (1956-1966)
    Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan diberlakukan kembali UUD 1945, tindakan tekanan terhadap pers pun mulai gencar dilakukan oleh pemerintah. Hal ini ditandai dengan dilakukannya pembredelan terhadap para insan pers diantaranya adalah kantor berita PIA, Surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia dan Sin Po..
    Penekanan terhadap pers tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi, dengan landasan tersebut pada tahun 1960, mulai dilakukan sanksi-sanksi terhadap perizinan pers, bahkan dengna dalih kepentingan pemeliharaan ketertiban umum dan ketenangan maka izin terbit Harian Republik pun dicabut. Pada tahun 1964 kondisi pers Indonesia semakin memburuk karena semua tindak-tanduk pers dikontrol dan disensor secara ketat sekaligus sepihak oleh pemerintah (Kementrian Penerangan).
    Tindakan penekanan terhadap kebebasan pers mulai berkurang seiring dengan  menurunnya ketegangan dalam pemerintahan. Lebih-lebih setelah percetakan-percetakan diambil alih oleh pemerintah dan para wartawan diwajibkan untuk berjanji mendukung politik pemerintah. Oleh karena itu sangat sedikit tindakan penekanan pemerintah terhadap pers.
    Jadi dapat dikatakan upaya pemerintah mengenai kebebasan pers pada masa Orde Lama masih sangat memprihatinkan karena justru tindakan pemerintah pada  saat itu sangat membelenggu dan seakan-akan ingin membunuh daya kreativitas dan suara-suara kritis para insan pers hanya demi kepentingan dan kekuasaan politik pemerintah secara sepihak.

2.     Pers di zaman Orde Baru (1966-1998)
   Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam berpendapat. Bahkan pemerintah pun  menekankan tentang sangat pentingnya pers, hingga lahirlah istilah Pers Pancasila. Pers Pancasila adalah pers Indonesia yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dan memiliki hakekat pers yang sehat yakni yang bebas dan bertanggung jawab dalam melaksanakan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.
Janji pemerintahan orde baru terhadap dunia pers dipermanis dengan dikeluarkannya UU Pokok Pers Nomor 11 Tahun 1966, yang menjamin tidak adanya pembredelan serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak memerlukan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Akan tetapi semua janji itu hanya berlaku sementara (± 8 tahun) karena setelah itu terjadi ‘Peristiwa Malari’ dimana kebebasan pers Indonesia mengalami set-back (kembali pada masa orde lama), dikarenakan setelah saat itu pers cenderung mewakili kepentingan penguasa, pemerintah, dan negara. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
Meskipun begitu ada beberapa insan pers yang tetap dengan berani menyuarakan kebenaran
Jadi pada intinya, pers dalam masa orde baru seakan-akan kehilangan jati dirinya sebagai media yang bebas berpendapat dan menyampaikan informasi. Bahkan Dewan Pers pun hanya dibuat pemerintah untuk melindungi kepentingan pemerintah saja, bukan melindungi insan pers dan masyarakat. Dewan Pers bukannya melindungi sesama rekan jurnalisnya, malah menjadi anak buah dari pemerintah Orde Baru.  Dewan Pers seakan kehilangan fungsinya dan hanya formalitas belaka.
Sikap arogansi inilah yang akhirnya menghantarkan rezim orde baru ke gerbang kehancurannya pada tahun 1998. Sekaligus pembuktian kebenaran suara-suara kritis yang sebelumnya dianggap sebagai perbuatan makar.
  
3.     Pers di zaman Reformasi (1998-sekarang)
       Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Pemerintah pada saat itu sangat mempermudah izin penerbitan pers. Kalangan pers mulai bernapas lega ketika di Era Reformasi pemerintah mengeluarkan UU No.39 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, karena dengan lahirnya peraturan tersebut  maka tercatat beberapa kemajuan penting dibandingkan dengan sebelumnya yaitu UU No. 21 Tahun 1982 tentang UUPP.
         Didalam Undang-undang Pers yang baru ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagi hak asasi warga negara (pasal 4 ayat 1), itulah sebabnya tidak disinggung lagi mengenai perlu tidaknya surat izin terbit.
         Disamping itu pada UU No. 40 Tahun 1999 pasal 4 ayat 2 pun diberikan jaminan tidak dikenakan penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran bagi  setiap insan pers.
      Jadi, jika di Orde Lama dan Orde Baru pers sepenuhnya bertanggung jawab kepada pemerintah sehingga terpaksa tunduk pada kemauan pemerintah, maka di Era reformasi ini pers bertanggung jawab kepada profesi dan hati nurani sebagai insan pers. Selain itu pers pun telah dapat menunjukkan arti sebenarnya dari pers itu sendiri yang tidak lain adalah salah satu garda demokrasi.