AMPLOP MISTERIUS
by: Farish Al Fharisy
Kabut pagi masih menyelimuti seluruh kota.
Sementara, langit mulai semburat cerah. Pertanda pagi segera menjelang. Jalanan
pun masih bisu. Kesan kehidupan belum dimulai.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi gadis satu ini. Ana,
begitulah teman-teman sering memanggilnya. Gadis bernama lengkap Uswatun
Hasanah ini telah terjaga sejak suara azan subuh di kumandangkan tadi pagi,
bahkan ia pun masih sempat belajar. Gadis mungil yang memiliki paras Indo-Arab ini
adalah siswi SMA Al-Ikhsan yang memang terkenal dengan prestasinya yang cukup
membanggakan se-Jakarta Selatan. Oleh karena itu bukanlah hal yang mengherankan
jika gadis manis ini selalu menyempatkan waktunya untuk belajar. Apalagi ia
adalah salah satu murid teladan dan selalu menyabet gelar bintang kelas tiap
tahunnya. Meskipun begitu, terkadang justru dengan kehebatannya ini ia menjadi
sombong dan angkuh walapun begitu sebenarnya Ana adalah sosok yang baik hati
tapi itulah manusia terkadang ia terlalu merasa di atas angin hingga lupa
daratan.
Tak terasa waktu pun dengan cepat berlalu, raja
waktu telah mengarah pada angka 6 diikuti dengan dentangan sesuai arah yang
dituju. Gadis mungil berjilbab ini pun segera bersiap-siap untuk berangkat
sekolah. Setelah memeriksa kembali semua perlengakapannya, ia segera berpamitan
pada kedua orang tuanya.
Langit cerah, simphony merdu alam telah
dilantunkan, matahari pun tersenyum ramah kepada setiap pejalan kaki tak
terkecuali kepada Ana. Seperti biasa ia pergi kesekolah dengan berjalan kaki
karena memang jarak rumah dengan sekolahnnya pun tak terlalu jauh.
“Subhanallah...indahnya pagi ini” gumamnya sambil
terus mengayunkan kakinya menikmati keindahan alam sebagai tanda kebesaran Allah
seperti suasana pagi itu melewati kompleks perumahan elite yang berdiri angkuh
di kanan kiri jalan. Baru beberapa langkah ia melewati gerbang sekolah,
tiba-tiba sebuah suara terdengar
“Tuuuun...Atu...n”
Ia pun enggan untuk berbalik karena memang tanpa
berbalik pun ia sudah tahu siapa yang memanggilnya. Tidak lain dan tidak bukan adalah
Iput, sahabat baiknya sejak SD dan satu-satunya penghuni SMA Al-Ikhsan yang
memanggilnya dengan sebutan ‘ATUN’
“Eh.. loe malu-maluin banget sih. Berapa kali sih
gue mesti bilangin ke loe kalo di sekolah jangan manggil gue dengan nama itu?”
dengan muka merah padam. Karena memang pada dasarnya hampir semua orang
seantero sekolah mengenalnya dengan nama ‘ANA’ bukan ‘ATUN’, memang ‘atun’ juga
merupakan nama panggilan Ana sejak SD tapi sejak SMP gadis manis ini enggan di
panggil dengan sebutan itu karena sebagian besar teman-temannya justru
menjadikan namanya itu sebagai
bahan olok-olokan.
“Tun, gimana? loe udah tau belom siapa yang kirimin loe hadiah
selama ini?” tanya Upik santai masih tetap menggunakan panggilan ‘Atun’ seakan
omelan sahabatnya tadi hanyalah Angin lalu, iklan numpang lewat, bumbu pagi
hari.... atawa apa sajalah. Ya begitulah cewek berparas cantik dengan sikap
sedikit tomboy yang memiliki nama lengkap Dinda Ayudinata (lebih nggak nyambung
kan dengan pangilannya) selalu bersikap dan memegang prinsip : ‘anjing
menggonggong, Iput sih jalan aja’
“Eh, loe denger nggak sih apa yang gue bilang?”
kata Ana dengan nada tinggi
“Udah deh... to the point aja gimana udah tau belom?”
kembali tanpa menghiraukan ucapan sahabatnya justru melemparkan senyuman
mautnya
“Belom” jawab Ana singkat masih ‘gondok’ dengan sohibnya yang satu ini
“Mau nggak di bantuin?” tanyanya santai sambil
terus mengulum permen karet dan melangkah ringan
“Alaaah loe dari dulu ngomong doang. Kalo mau
bantu itu langsung aja bantu nggak usah banyak basa-basi” sambil mempercepat
langkahnya meninggalkan Iput dan segera memasuki kelas.
Entah mengapa beberapa hari belakangan ini, Ana selalu
saja menerima kado dari seseorang yang selalu menggunakan identitas ‘Mr.X’,
kadonya pun bermacam-macam tapi satu hal yang selalu sama adalah di setiap kado
yang di berikan selalu saja di selipkan secarik kertas dan yang lebih anehnya
lagi di kertas itu yang dituliskan bukan puisi cinata kek, rayuan gombal kek,
yaaa... seperti kado pada umunya lah. Eh ini malah berisi nasehat, petuah, untung
nggak di kasih rekaman Kultum nya Zainudin MZ. (Cape dech...) tapi satu hal
yang patut diacungkan dari si ‘Mr.X’ ini karena setiap petuahnya selalu telak
dan tepat sasaran pada Ana
“Ye...gue itu dari dulu udah pengen bantuin loe,
hanya aja loe kan belum bilang secara resmi ke gue” masih dengan santai sembari
meletakkan tasnya diatas meja
“Penting ya... harus ngomong resmi ama sohib
sendiri?” balas Ana semakin ‘gondok’ melihat tingkah Iput yang semakin membuat
darahnya yang emang udah panas jadi makin mendidih untung nggak sampe 100◦C
“Assalamualaikum” sapa seorang di balik pintu
ruang kelas. Kontan aja semua pada yang ada di kelas koor banget jawabnya kayak
paduan suara gitu...
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh”
“Permisi kak, apa benar ini kelas XI IA 1?” tanya
pemilik suara tadi, yang pastinya berstatus adik kelas. Ya iyalah... kalo bukan
adik kelas mana mungkin sopan banget tuh anak manggilnya pake sebutan ‘kak’
segala. Hari gini gitu loh!!!!
“Iya bener, loe nyari siapa?” gertak wahyu yang
memang terkenal sebagai preman sekolah khususnya di kelas XI IA 1 dengan muka
garang segarang matahari yang mulai menumpahkan panasnya.
“Sa..saya nyari kak Ana” jawabnya dengan
terbata-bata,
“Ana siapa?”dengan suara yang agak dikeraskan
sehingga membuat wajah sang adik kelas pun menjadi ‘melempem’ bak kerupuk yang
direndam. tiba- tiba tanpa di aba-aba semua siswa yang ada di kelas pun kompak
tertawa terbahak-bahak melihat kejadian itu setelah diam seribu bahasa. Dengan
cepat Ana melangkah keluar menghampiri adik tadi.
“Maaf ya...Gung?! teman-teman kakak disini emang
gitu... suka becanda” kata Ana kepada adik kelasnya itu yang ternyata bernama
Agung sesama aktivis ROHIS
“Nggak apa-apa kok kak...oh ya kak ini ada kado
untuk kakak” jawabnya dengan pipi yang semakin memerah lantaran malu dan segera
menyodorkan sebuah kado dengan pita biru yang terbungkus rapi
“Kado dari siapa nih??” tanya Ana cepat sekaligus
penasaran
“Saya juga nggak tau kak, tadi sewaktu saya ke
musholah kado itu sudah ada dengan nama kakak. Jadi.... langsung saja saya
antar ke kelas kakak” jawabnya buru-buru seakan-akan ingin segera pergi.
“Beneran kamu nggak tau ini dari siapa?” dengan
nada lemas sebagai pertanda kekecewannya, karena kejadian ini udah kesekian kalinya
dan sampai sekarang pun gadis manis ini belum tahu siapa dalang (emangnya main
wayang) dibalik semua ini
“Ya sudah, kak. kalo gitu saya balik ke kelas
dulu” agung pun segera pergi. sementara ana masih tetap terdiam dan termenung.
“Kado lagi?” tanya Iput, sekaligus membuat Ana
nyaris mengeluarkan jurus karate saking
kagetnya.
“Ipuuuut, loe nggak bisa ya... kalo nggak buat gue
jengkel sehariiiii aja?” kata ana sambil masuk kedalam kelas
“Ye...lagian ngapain loe ngelamun diluar.
Mendingan sekarang kita buka tu kado dari pada loe pegang melulu bisa-bisa....
lumutan lagi” sambil mengikuti langkah sohibnya ke dalam kelas.
“Ya udah loe yang buka deh!!!” sambil menyerahkan
bungkusan itu ke tangan Iput
“Beneran nih gue yang buka? Nggak nyesel?”sambil
menggoda ana
“Apaan sich??? gue itu cuma nyuruh loe buka ni
kado, bukan ngambil buat loe. PD banget sih jadi orang” balasnya dengan kesal
“Iya...iya...” jawab Iput kembali gondok liat
temennya sambil membuka bungkusan kado misterius itu
“Tun, coklat nih isinya ada kertasnya lagi nih. Gue bacain ya...”
Seseorang tidak akan berubah menjadi lebih baik, kecuali dia punya keberanian
untuk melihat kekurangan dirinya
“Ccckkk... sumpah daleeem banget. Gue
setuju banget nih, by the way,bus way, subway, bajay,.... siapa ya? Yang tau
banget kalo kelakuan loe itu harus di reparasi ulang” kata Iput sambil
cengengesan
Ana hanya diam saja tanpa menghiraukan
gurauan Iput, ia masih tidak habis pikir siapa orang yang selalu mengirimkannya
kado seperti ini dan tahu betul keadaannya. Bel tanda masuk pun berdering.
Sementara itu dari kejauhan tampak
sepasang mata yang sedari tadi selalu mengawasi gerak-gerik dua sahabat itu,
sambil melemparkan seulas senyum simpul penuh arti dari bibir kecil merah
delimanya.
۩۩۩
Udara siang itu begitu garang membakar,
senyum ramah matahari pun telah tergantikan dengan muntahan amarahnya yang
begitu dahsyat. Semilir angin pun seakan takut menunjukan kehadirannya di
tengah kemurkaan sang surya. Tak terasa udah akhir minggu sejak kejadian kado
itu.
“Sumpah...panas benget. Jangan-jangan
dongeng Mr. Ozon itu benar lagi” keluh Iput sembari tidur terlentang diatas meja
kelas yang memang di sana sudah tidak ada orang lagi kecuali dua sekawan itu
yang masih rajin untuk jadi ‘babu’ alias piket
“Makanya kalo dikelas itu jangan ngerumpi
melulu. Keadaan ozon udah nipis itu bukan dongeng tau... fakta!”berusaha menyanggah pernyataan Iput
“Terserah dech, loe mau ngomong apa!!!
pada intinya hari ini panas banget” jawab gadis tomboy itu, kali ini tanpa bisa
melakukan perlawanan yang cukup berarti karena kondisi yang semakin lemah
“Katanya... pengen jadi mujahidah tangguh
masa’ baru gini doang udah K.O. inget non! Ini belum seberapa ama panas
matahari di padang mahsyar kelak” balas Ana berusaha mengembalikkan semangat
sahabatnya itu
“Astaghfirullah...” tiba-tiba beristigfar
yang tentu saja membuat
sahabatnya itu dengan kaget bangun dari peraduannya sedari tadi
“ Ada apaan Tun??? Ada ular, maling ato
genderuwo?” pertanyaan pun bertubi-tubi keluar begitu saja saking kagetnya
“Aku lupa kalo hari ini ada rapat ROHIS
untuk ngebahas PROKER” jawab Ana kemudian
“Ya elaaaa... gue pikir apaan? Udah dech
mendingan hari ini kita absen aja deh rapatnya, aku lagi malas banget nih!!!”
rajuk Iput sambil kembali ke posisi awalnya tadi.
“Nggak bisa kita harus ikut, ayo
cepetan!!!” segera meletakkan sapu ijuk yang dari tadi digunakannya dan menarik
Iput dari atas meja menuju musholah;
markas besar pengurus ROHIS.
“Aduh...Tun, sumpah gue gerah banget nih.
Letih,lemah, lesu...”rengeknya selama di koridor sekolah
“Udah deh, loe nggak usah bawa-bawa iklan
‘sangobion’segala” sambil terus menyeret sohibnya tersebut ke musholah. “lagian
di musholah itu loe juga bisa jadi seger lagi kok” promosi Ana kembali
“Seger??? emangnya ada anak ROHIS yang
keren? Kok loe nggak pernah bilang-bilang gue sih, Tun?” tiba-tiba rona wajah
Iput yang sedari tadi mengkerut kayak nenek-nenek keriput pun berubah.... jadi
kayak ibu-ibu hamil (He...he.. yang pentingkan mudaan dikit)
“Udah ikut aja! Nanti juga loe tau”
berkata santai agar sohibnya itu dapat tenang
Sesampainya di musholah
“Mana, Tun yang loe bilang bisa buat gue
seger?” sambil celingak-celinguk mencari yang di maksud ana dengan ‘seger’
“Yang gue maksud seger itu... loe masuk
kedalam terus...loe ngambil air wudhu terus...loe sholat deh...” jawab Ana
santai dengan wajah yang dibuat seimut mungkin alias item mutlak
“Iya..iya...” akhirnya dengan malas ia pun
melangkahkan kakinya memasuki mushalah untuk segera berwudhu karena sekalipun
ia mengelak pasti sohibnya itu akan segera mengeluarkan berbagai macam hadist
yang membuatnya dengan segera ‘mati kutu’.
“Assalamualaikum ukhti...” sapa sang ketua ROHIS yang terlihat telah memimpin rapat
“Walaikumsalam, afwan akhi ana telat” jawab gadis mungil berjilbab itu dengan
santun, sangat jauh bertolak belakang dengan cara ia berbicara dengan
Iput;sohib kentalnya, karena memang begitulah yang diinginkan oleh sahabatnya
si Iput itu.
Tanpa terasa waktu dengan cepat berlalu jarum
jam pun telah menunjukan pukul 13.30 begitu pun dengan matahari yang tetap saja
garang. Baru saja Ana melangkahkan kakinya keluar dari musholah, dengan
setengah berlari sang ketua ROHIS pun segera memanggilnya dan memberikan
setumpuk amplop.
“Apa ini???” tanya Ana dengan sedikit
bingung melihat beberapa amplop yang disodorkan kepadanya.
“Tun, loe kok jadi bego gini sih... ini
namanya amplop” kata Iput sambil menggelengkan kepalanya dan segera mengambil setumpuk
amplop itu dari tangan Dwi, sang ketua ROHIS.
“Antum
dapat ini dari siapa?” tanya Ana cepat, seperti biasanya ia selalu mengeluarkan
ekspresi dan reaksi yang sama tiap kali mendapatkan amplop putih.
“Afwan
ukh’... ana juga nggak tahu. Saya hanya menemukan amplop itu di dalam
Lemari Musholah”
“O...gitu ya, kalo gitu syukron ya akhi”
“Udah loe nggak usah ngelamun gitu,
bisa-bisa loe KO kayak ayam tetangga gue” kata Iput berusaha menghibur FF-nya (friend forever) dalam perjalanan
mereka pulang. “Tun mendingan loe buka deh tu amplop!!!”kata Iput lagi.
“Malas gue, Put” jawab Ana dengan lesu
“Udaaah, buka aja lagian isinya juga bukan
bom kan? Malah kalo mau di bilang nasehat dari Mr.X itu kan jitu banget sesuai
dengan keadaan yang terjadi ama loe alias dapatin ini amplop bukan suatu
malapetaka justru sebaliknya
mendatangkan banyak manfaat. Oh iya, siapa tau kali ini nasehatnya bisa
selesaiin masalah loe ama Indra. Iya nggak???” jelas Iput panjang lebar
berusaha menenangkan sahabatnya. Memang beberapa minggu ini hubungan antara Ana
dan Indra, salah satu sohib baiknya juga sedang renggang.
“Tumben loe pinter, iya deh gue buka.
Siapa tau apa yang loe bilang tadi bener” raut wajah Aa pun berubah menjadi
lebih cerah sambl segera membuka amplop
"Allah
menciptakan kekurangan bagi seseorang sebagai benteng perlindungan agar dia
terhindar dari kemaksiatan yang akan di lakukannya andai dia memiliki kelebihan"
"Rendah hati akan memacu seseorang untuk lebih maju. Sebab dengan itu dia
mau mengakui kelemahan diri dan terbuka terhadap semua pemikiran"
“Bener kan apa yang gue bilang?”kata Iput dengan
bangga
“Iya, put. Jujur aja setelah baca nasehat ini gue
jadi nyadar kalo selama ini gue udah salah, gue terlalu sombong dengan
kepintaran gue, kehebatan gue dalam organisasi bahkan sampe-sampe gue nggak
nyadar kalo gara-gara itu hubungan persahabatan gue ama Indra jadi korban
karena keegoisan gue” kata Ana dengan lesu, tanpa terasa bulir hangat itu pun
kembali menganak sungai.
“Udahlah, Tun. Loe nggak usah jadi melankolis gitu
lagian juga semua bukan kesalahan loe kok, Indra nya aja yang terlalu sensi. Ya
udah kita balik sekarang yuk gue udah kering banget nih!!”kata iput sambil
menarik tangan Ana untuk segera pulang.
Sepasang mata elang itu pun kembali menatap kedua
remaja itu dari kejauhan diikuti senyum kepuasan. Ia pun berpikir bahwa mungkin
ia akan seterusnya begini, hanya dapat memandang kedua sahabatnya itu dari
kejauhan, hanya bisa mengubah mereka melalui secarik kertas dan hanya bisa
bersembunyi di balik identitas seorang ‘Mr.X’
۩۩۩
Petang mulai menyapa, sang surya telah bersiap
untuk kembali ke peraduannya di balik rintik hujan sore itu. Ana pun hanya
duduk terdiam di balkon rumahnya menatap sang raja hari yang sebentar lagi kan
meninggalkannya. Hatinya masih diliputi awan hitam kesedihan dan penyesalan
akan sikapnya selama ini terutama kepada Indra sahabt karibnya selama ini.
‘Andaikan saja waktu itu Indra tidak membuatku marah denga kata-kata
sindirannya, andaikan waktu itu ia tidak mencampuri urusan pribadiku, dan
andaikan ia tidak memberikan perhatian yang terlalu berlebihan padaku. Pasti
saat itu emosiku tidak akan meledak’ batin Ana. Tapi siapa yang tidak mengenal
Indra, ia memang sangat terkenal dengan kehebatannya dalam menyindir orang
lain. Entahlah... apa ia sadar atau tidak tapi setiap kali kata yang ia
keluarkan selalu saja sangat menikam dan telak bagi siapa pun yang di tuju,
sehingga pastinya telah banyak orang yang tersinggung meskipun begitu
kehebatannya itu tidak hanya sebatas permainan majas ironi tapi ia juga sanggup
memberikan nasehat atas berbagai masalah.
“Indra...Indra... andaikan loe tau kalo gue nyesel
banget udah ngebentak loe waktu itu”
Nb: Terima kasih untuk 'Indra', Sahabat terbaik sepanjang masa.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar