Agustus 26, 2011

WACANA : PEMINDAHAN IBU KOTA NKRI, HARUSKAH DIPINDAHKAN???



Pemindahan Ibu Kota Negara, sebuah wacana yang telah berulangkali muncul ketika timbul kejadian kritis akibat berbgai factor baik itu factor sosial, ekonomi, politik, lingkungan sampai pada hal ang paling krusial seperti bencana. Hal ini mengingat Ibu Kota Negara memiliki fungsi sentral bagi pemimpin Negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan, sebagai pusat ekonomi utama Negara, panggung berkembangnya muatan perpolitikan hingga pada administrasi pemerintahan. Berbagai hal yang menjadi keunggulan (spesialisasi) dalam berbagai sector terdapat pada Ibu kota Negara. Ibarat sebuah rumah, maka seorang tamu akan menilai dari halaman depan rumah tersebut, begitupun dengan ibu kota Negara menunjukkan jati diri dan harga diri bangsa.
Melihat akan pentingnya status sebuah Ibu Kota Negara kemudian berkaca dari kenyataan yang terjadi pada ibu kota Negara kita ini, maka yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah masih pantas kota Jakarta tetap dipertahankan menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia?
Secara umum jika ditinjau dari kondisi Kota Jakarta secara menyeluruh maka permasalahan yang terjadi pada kota ini sangatlah kompleks, mulai dari tata ruang yang semrawut, kesenjangan sosial ekonomi antar penduduknya, jumlah penduduk yang melebihi kapasitas daya tamping, kemacetan lalu lintas, tata guna lahan yang tumpang tindih, pencemaran udara, kriminalitas yang tinggi, hingga bencana banjir yang menjadi tradisi masyarakat ibu kota.
Masalah banjir merupakan masalah yang paling krusial dan sampai saat ini belum menemukan solusi yang tepat (lebih tepatnya tidak akan ada solusi yang bisa digunakan) mengingat topografi Jakarta yang rawan akan banjir sementara pembangunan (tumpang tindih penggunaan lahan) yang terjadi pada kota ini selalu bersifat continue seiring dengan penambahan beban tanpa memperhatikan akan dampak. Kelebihan beban ini tidak hanya dalam segi kuantitas demografi tapi juga dari berbagai aspek ekonomi, politik, birokrasi yang salah fungsi akibat dari sentralistis pemerintahan. Berbagai macam dampak multi-fungsi datang bertubi-tubi menampar Ibu Kota Jakarta.
 Jika ditinjau dari dari dampak keruangan, Jakarta terlalu padat akan penduduk. Kedudukan kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahan, perindustrian, perdagangan, dan pariwisata, multi fungsi dari sebuah kota kecil berakibat pada penataan ruang yang semrawut dan pemanfaatan lahan yang saling kontradiktif banyak ditemui di kota ini. Pembangunan fisik yang semakin marak setiap tahunnya tanpa adanya perencanaan yang jelas serta tak sesuai dengan Rencana Penataan Ruang Ibu Kota Jakarta berakibat panjang pada tingkat kehidupan masyarakat di Kota Jakarta, mengingat daya tampung Kota Jakarta semakin minim bagi para urbanit yang hendak mengais sedikit rezeki di pusat ibu pertiwi ini.
Secara ekologis, hal ini sangat berkaitan denan pemanfaatan lahan di Ibu Kota Negara. Sebagian besar wilayah Jakarta saa ini telah mengalami degradasi kualitas lingkungan, dengan tingkat pembangunan secara vertical yang semakin tinggi maupun secara horizontal, penyosotan daerah Ruang Terbuka Hiaju dan pergantian daerah penyerapan dengan semen dan beton bedampak panjang indicator banjir, pencemaran udara, pembuangan limbah, dan pencemaran sosial.
Memang jika dilihat dari kondisi saat maka Kota Jakarta tidak lagi kondusif menjadi Ibu Kota Negara konsep sentralistis pemerintahan yang diterapkan Negara ini justru akan menjadi boomerang sendiri bagi Kota Jakarta yang secara fakta di lapangan memang sudah tidak mampu lagi menanggung beban yang begitu banyak sebagai pusat pemerintahan. Mengapa harus memaksakan pemusatan pemerintahan jika suatu wilayah tidak lagi memiliki kapasitas dan kapabilitas sesuai fungsinya?
 Dalam hal ini bukan berarti kemudian Ibu Kota Negara secara keseluruhan harus dipindahkan ke kota lain, jika hal itu dilakukan bukan menyelesaikan masalah tetapi justru menjadikan problematika tersendiri bagi kota berikutnya yang akan menjadi ‘Calon Ibu Kota Pengganti’ NKRI berikutnya dan tentunya menyerap anggaran pembelanjaan Negara yang cukup besar guna mengurus semua tetek bengek pemindahan berbagai macam fasilitas Negara sedangkan kondisi Negara saat sangatlah tidak memungkinkan untuk mengeluarkan dana yang cukup besar untuk semua pemindahan aparatur Negara tersebut. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa konsep sentralistis pemerintahan tidak mampu lagi diterapkan di ibu kota Jakarta, maka salah satu pilihan terbaik yaitu dengan penyebaran beberapa departemen pusat ke luar Kota Jakarta baik di Jawa maupun luar Jawa masih tersedia wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan. Tersedianya jaringan transportasi yang baik memungkinkan kelancaran arus manusia, informasi, dan jasa antar wilayah. Dengan demikian tidak ada alasan dalam koordinasi antar pejabat dan negara dan antar departemen, seandainya terjadi pemisahan antara pimpinan negara dengan menteri atau lembaga. Ditinjau dari stratejik dalam menghadapi situasi kritis (perang), pusat kekuasaan negara yang tersentralisir mempunyai risiko tinggi. Jika ibu kota negara sebagai pusat kekuasaan negara jatuh, maka akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan suatu negara. Dengan pemindahan beberapa departemen, diharapkan memberikan ruang bernapas yang lebih longgar bagi Ibu Kota Jakarta serta pembenahan Jati diri Negara ini sedikit demi sedikit guna memperbaiki citra Ibu Kota Negara baik dari segi fisik maupun sosial masyarakat  selain itu penyebaran pusat-pusat pertumbuhan di seluruh wilayah, berdampak pada kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia secara merata menjadi kenyataan.
  By: F-a-F

Tidak ada komentar:

Posting Komentar