Mei 08, 2012

Cerpen

AMPLOP MISTERIUS 

by: Farish Al Fharisy

Kabut pagi masih menyelimuti seluruh kota. Sementara, langit mulai semburat cerah. Pertanda pagi segera menjelang. Jalanan pun masih bisu. Kesan kehidupan belum dimulai.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi gadis satu ini. Ana, begitulah teman-teman sering memanggilnya. Gadis bernama lengkap Uswatun Hasanah ini telah terjaga sejak suara azan subuh di kumandangkan tadi pagi, bahkan ia pun masih sempat belajar. Gadis mungil yang memiliki paras Indo-Arab ini adalah siswi SMA Al-Ikhsan yang memang terkenal dengan prestasinya yang cukup membanggakan se-Jakarta Selatan. Oleh karena itu bukanlah hal yang mengherankan jika gadis manis ini selalu menyempatkan waktunya untuk belajar. Apalagi ia adalah salah satu murid teladan dan selalu menyabet gelar bintang kelas tiap tahunnya. Meskipun begitu, terkadang justru dengan kehebatannya ini ia menjadi sombong dan angkuh walapun begitu sebenarnya Ana adalah sosok yang baik hati tapi itulah manusia terkadang ia terlalu merasa di atas angin hingga lupa daratan.
Tak terasa waktu pun dengan cepat berlalu, raja waktu telah mengarah pada angka 6 diikuti dengan dentangan sesuai arah yang dituju. Gadis mungil berjilbab ini pun segera bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Setelah memeriksa kembali semua perlengakapannya, ia segera berpamitan pada kedua orang tuanya.
Langit cerah, simphony merdu alam telah dilantunkan, matahari pun tersenyum ramah kepada setiap pejalan kaki tak terkecuali kepada Ana. Seperti biasa ia pergi kesekolah dengan berjalan kaki karena memang jarak rumah dengan sekolahnnya pun tak terlalu jauh.
“Subhanallah...indahnya pagi ini” gumamnya sambil terus mengayunkan kakinya menikmati keindahan alam sebagai tanda kebesaran Allah seperti suasana pagi itu melewati kompleks perumahan elite yang berdiri angkuh di kanan kiri jalan. Baru beberapa langkah ia melewati gerbang sekolah, tiba-tiba sebuah suara terdengar
“Tuuuun...Atu...n”
Ia pun enggan untuk berbalik karena memang tanpa berbalik pun ia sudah tahu siapa yang memanggilnya. Tidak lain dan tidak bukan adalah Iput, sahabat baiknya sejak SD dan satu-satunya penghuni SMA Al-Ikhsan yang memanggilnya dengan sebutan ‘ATUN’
“Eh.. loe malu-maluin banget sih. Berapa kali sih gue mesti bilangin ke loe kalo di sekolah jangan manggil gue dengan nama itu?” dengan muka merah padam. Karena memang pada dasarnya hampir semua orang seantero sekolah mengenalnya dengan nama ‘ANA’ bukan ‘ATUN’, memang ‘atun’ juga merupakan nama panggilan Ana sejak SD tapi sejak SMP gadis manis ini enggan di panggil dengan sebutan itu karena sebagian besar teman-temannya justru menjadikan namanya itu sebagai bahan olok-olokan.
“Tun, gimana? loe udah tau belom siapa yang kirimin loe hadiah selama ini?” tanya Upik santai masih tetap menggunakan panggilan ‘Atun’ seakan omelan sahabatnya tadi hanyalah Angin lalu, iklan numpang lewat, bumbu pagi hari.... atawa apa sajalah. Ya begitulah cewek berparas cantik dengan sikap sedikit tomboy yang memiliki nama lengkap Dinda Ayudinata (lebih nggak nyambung kan dengan pangilannya) selalu bersikap dan memegang prinsip : ‘anjing menggonggong, Iput sih jalan aja’
“Eh, loe denger nggak sih apa yang gue bilang?” kata Ana dengan nada tinggi
“Udah deh... to the point aja gimana udah tau belom?” kembali tanpa menghiraukan ucapan sahabatnya justru melemparkan senyuman mautnya
“Belom” jawab Ana singkat masih ‘gondok’ dengan sohibnya yang satu ini
“Mau nggak di bantuin?” tanyanya santai sambil terus mengulum permen karet dan melangkah ringan
“Alaaah loe dari dulu ngomong doang. Kalo mau bantu itu langsung aja bantu nggak usah banyak basa-basi” sambil mempercepat langkahnya meninggalkan Iput dan segera memasuki kelas.
Entah mengapa beberapa hari belakangan ini, Ana selalu saja menerima kado dari seseorang yang selalu menggunakan identitas ‘Mr.X’, kadonya pun bermacam-macam tapi satu hal yang selalu sama adalah di setiap kado yang di berikan selalu saja di selipkan secarik kertas dan yang lebih anehnya lagi di kertas itu yang dituliskan bukan puisi cinata kek, rayuan gombal kek, yaaa... seperti kado pada umunya lah. Eh ini malah berisi nasehat, petuah, untung nggak di kasih rekaman Kultum nya Zainudin MZ. (Cape dech...) tapi satu hal yang patut diacungkan dari si ‘Mr.X’ ini karena setiap petuahnya selalu telak dan tepat sasaran pada Ana
“Ye...gue itu dari dulu udah pengen bantuin loe, hanya aja loe kan belum bilang secara resmi ke gue” masih dengan santai sembari meletakkan tasnya diatas meja
“Penting ya... harus ngomong resmi ama sohib sendiri?” balas Ana semakin ‘gondok’ melihat tingkah Iput yang semakin membuat darahnya yang emang udah panas jadi makin mendidih untung nggak sampe 100◦C
“Assalamualaikum” sapa seorang di balik pintu ruang kelas. Kontan aja semua pada yang ada di kelas koor banget jawabnya kayak paduan suara gitu...
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh”
“Permisi kak, apa benar ini kelas XI IA 1?” tanya pemilik suara tadi, yang pastinya berstatus adik kelas. Ya iyalah... kalo bukan adik kelas mana mungkin sopan banget tuh anak manggilnya pake sebutan ‘kak’ segala. Hari gini gitu loh!!!!
“Iya bener, loe nyari siapa?” gertak wahyu yang memang terkenal sebagai preman sekolah khususnya di kelas XI IA 1 dengan muka garang segarang matahari yang mulai menumpahkan panasnya.
“Sa..saya nyari kak Ana” jawabnya dengan terbata-bata,
“Ana siapa?”dengan suara yang agak dikeraskan sehingga membuat wajah sang adik kelas pun menjadi ‘melempem’ bak kerupuk yang direndam. tiba- tiba tanpa di aba-aba semua siswa yang ada di kelas pun kompak tertawa terbahak-bahak melihat kejadian itu setelah diam seribu bahasa. Dengan cepat Ana melangkah keluar menghampiri adik tadi.
“Maaf ya...Gung?! teman-teman kakak disini emang gitu... suka becanda” kata Ana kepada adik kelasnya itu yang ternyata bernama Agung sesama aktivis ROHIS
“Nggak apa-apa kok kak...oh ya kak ini ada kado untuk kakak” jawabnya dengan pipi yang semakin memerah lantaran malu dan segera menyodorkan sebuah kado dengan pita biru yang terbungkus rapi
“Kado dari siapa nih??” tanya Ana cepat sekaligus penasaran
“Saya juga nggak tau kak, tadi sewaktu saya ke musholah kado itu sudah ada dengan nama kakak. Jadi.... langsung saja saya antar ke kelas kakak” jawabnya buru-buru seakan-akan ingin segera pergi.
“Beneran kamu nggak tau ini dari siapa?” dengan nada lemas sebagai pertanda kekecewannya, karena kejadian ini udah kesekian kalinya dan sampai sekarang pun gadis manis ini belum tahu siapa dalang (emangnya main wayang) dibalik semua ini
“Ya sudah, kak. kalo gitu saya balik ke kelas dulu” agung pun segera pergi. sementara ana masih tetap terdiam dan termenung.
“Kado lagi?” tanya Iput, sekaligus membuat Ana nyaris mengeluarkan jurus karate saking kagetnya.
“Ipuuuut, loe nggak bisa ya... kalo nggak buat gue jengkel sehariiiii aja?” kata ana sambil masuk kedalam kelas
“Ye...lagian ngapain loe ngelamun diluar. Mendingan sekarang kita buka tu kado dari pada loe pegang melulu bisa-bisa.... lumutan lagi” sambil mengikuti langkah sohibnya ke dalam kelas.
“Ya udah loe yang buka deh!!!” sambil menyerahkan bungkusan itu ke tangan Iput
“Beneran nih gue yang buka? Nggak nyesel?”sambil menggoda ana
“Apaan sich??? gue itu cuma nyuruh loe buka ni kado, bukan ngambil buat loe. PD banget sih jadi orang” balasnya dengan kesal
“Iya...iya...” jawab Iput kembali gondok liat temennya sambil membuka bungkusan kado misterius itu









“Tun, coklat nih isinya ada kertasnya lagi nih. Gue bacain ya...” 

Seseorang tidak akan berubah menjadi lebih baik, kecuali dia punya keberanian untuk melihat kekurangan dirinya


“Ccckkk... sumpah daleeem banget. Gue setuju banget nih, by the way,bus way, subway, bajay,.... siapa ya? Yang tau banget kalo kelakuan loe itu harus di reparasi ulang” kata Iput sambil cengengesan
Ana hanya diam saja tanpa menghiraukan gurauan Iput, ia masih tidak habis pikir siapa orang yang selalu mengirimkannya kado seperti ini dan tahu betul keadaannya. Bel tanda masuk pun berdering.
Sementara itu dari kejauhan tampak sepasang mata yang sedari tadi selalu mengawasi gerak-gerik dua sahabat itu, sambil melemparkan seulas senyum simpul penuh arti dari bibir kecil merah delimanya.

۩۩۩

Udara siang itu begitu garang membakar, senyum ramah matahari pun telah tergantikan dengan muntahan amarahnya yang begitu dahsyat. Semilir angin pun seakan takut menunjukan kehadirannya di tengah kemurkaan sang surya. Tak terasa udah akhir minggu sejak kejadian kado itu.
“Sumpah...panas benget. Jangan-jangan dongeng Mr. Ozon itu benar lagi” keluh Iput sembari tidur terlentang diatas meja kelas yang memang di sana sudah tidak ada orang lagi kecuali dua sekawan itu yang masih rajin untuk jadi ‘babu’ alias piket
“Makanya kalo dikelas itu jangan ngerumpi melulu. Keadaan ozon udah nipis itu bukan dongeng tau... fakta!”berusaha menyanggah pernyataan Iput
“Terserah dech, loe mau ngomong apa!!! pada intinya hari ini panas banget” jawab gadis tomboy itu, kali ini tanpa bisa melakukan perlawanan yang cukup berarti karena kondisi yang semakin lemah
“Katanya... pengen jadi mujahidah tangguh masa’ baru gini doang udah K.O. inget non! Ini belum seberapa ama panas matahari di padang mahsyar kelak” balas Ana berusaha mengembalikkan semangat sahabatnya itu
“Astaghfirullah...” tiba-tiba beristigfar yang tentu saja membuat sahabatnya itu dengan kaget bangun dari peraduannya sedari tadi
“ Ada apaan Tun??? Ada ular, maling ato genderuwo?” pertanyaan pun bertubi-tubi keluar begitu saja saking kagetnya
“Aku lupa kalo hari ini ada rapat ROHIS untuk ngebahas PROKER” jawab Ana kemudian
“Ya elaaaa... gue pikir apaan? Udah dech mendingan hari ini kita absen aja deh rapatnya, aku lagi malas banget nih!!!” rajuk Iput sambil kembali ke posisi awalnya tadi.
“Nggak bisa kita harus ikut, ayo cepetan!!!” segera meletakkan sapu ijuk yang dari tadi digunakannya dan menarik Iput dari atas meja  menuju musholah; markas besar pengurus ROHIS.
“Aduh...Tun, sumpah gue gerah banget nih. Letih,lemah, lesu...”rengeknya selama di koridor sekolah
“Udah deh, loe nggak usah bawa-bawa iklan ‘sangobion’segala” sambil terus menyeret sohibnya tersebut ke musholah. “lagian di musholah itu loe juga bisa jadi seger lagi kok” promosi Ana kembali
“Seger??? emangnya ada anak ROHIS yang keren? Kok loe nggak pernah bilang-bilang gue sih, Tun?” tiba-tiba rona wajah Iput yang sedari tadi mengkerut kayak nenek-nenek keriput pun berubah.... jadi kayak ibu-ibu hamil (He...he.. yang pentingkan mudaan dikit)
“Udah ikut aja! Nanti juga loe tau” berkata santai agar sohibnya itu dapat tenang
Sesampainya di musholah
“Mana, Tun yang loe bilang bisa buat gue seger?” sambil celingak-celinguk mencari yang di maksud ana dengan ‘seger’
“Yang gue maksud seger itu... loe masuk kedalam terus...loe ngambil air wudhu terus...loe sholat deh...” jawab Ana santai dengan wajah yang dibuat seimut mungkin alias item mutlak
“Iya..iya...” akhirnya dengan malas ia pun melangkahkan kakinya memasuki mushalah untuk segera berwudhu karena sekalipun ia mengelak pasti sohibnya itu akan segera mengeluarkan berbagai macam hadist yang membuatnya dengan segera ‘mati kutu’.
“Assalamualaikum ukhti...” sapa sang ketua ROHIS yang terlihat telah memimpin rapat
“Walaikumsalam, afwan akhi ana telat” jawab gadis mungil berjilbab itu dengan santun, sangat jauh bertolak belakang dengan cara ia berbicara dengan Iput;sohib kentalnya, karena memang begitulah yang diinginkan oleh sahabatnya si Iput itu.   
Tanpa terasa waktu dengan cepat berlalu jarum jam pun telah menunjukan pukul 13.30 begitu pun dengan matahari yang tetap saja garang. Baru saja Ana melangkahkan kakinya keluar dari musholah, dengan setengah berlari sang ketua ROHIS pun segera memanggilnya dan memberikan setumpuk amplop.
“Apa ini???” tanya Ana dengan sedikit bingung melihat beberapa amplop yang disodorkan kepadanya.
“Tun, loe kok jadi bego gini sih... ini namanya amplop” kata Iput sambil menggelengkan kepalanya dan segera mengambil setumpuk amplop itu dari tangan Dwi, sang ketua ROHIS.
Antum dapat ini dari siapa?” tanya Ana cepat, seperti biasanya ia selalu mengeluarkan ekspresi dan reaksi yang sama tiap kali mendapatkan amplop putih.
Afwan ukh’... ana juga nggak tahu. Saya hanya menemukan amplop itu di dalam Lemari Musholah”
“O...gitu ya, kalo gitu syukron ya akhi
“Udah loe nggak usah ngelamun gitu, bisa-bisa loe KO kayak ayam tetangga gue” kata Iput berusaha menghibur FF-nya (friend forever) dalam perjalanan mereka pulang. “Tun mendingan loe buka deh tu amplop!!!”kata Iput lagi.
“Malas gue, Put” jawab Ana dengan lesu
“Udaaah, buka aja lagian isinya juga bukan bom kan? Malah kalo mau di bilang nasehat dari Mr.X itu kan jitu banget sesuai dengan keadaan yang terjadi ama loe alias dapatin ini amplop bukan suatu malapetaka justru sebaliknya mendatangkan banyak manfaat. Oh iya, siapa tau kali ini nasehatnya bisa selesaiin masalah loe ama Indra. Iya nggak???” jelas Iput panjang lebar berusaha menenangkan sahabatnya. Memang beberapa minggu ini hubungan antara Ana dan Indra, salah satu sohib baiknya juga sedang renggang.
“Tumben loe pinter, iya deh gue buka. Siapa tau apa yang loe bilang tadi bener” raut wajah Aa pun berubah menjadi lebih cerah sambl segera membuka amplop

"Allah menciptakan kekurangan bagi seseorang sebagai benteng perlindungan agar dia terhindar dari kemaksiatan yang akan di lakukannya andai dia memiliki kelebihan"

 "Hati-hatilah dengan segala kelebihan yang kita miliki karena seringkali itulah yang menyebabkan kita tergelincir kedalam penyesalan dan kesalahan"

"Rendah hati akan memacu seseorang untuk lebih maju. Sebab dengan itu dia mau mengakui kelemahan diri dan terbuka terhadap semua pemikiran"

  
“Bener kan apa yang gue bilang?”kata Iput dengan bangga
“Iya, put. Jujur aja setelah baca nasehat ini gue jadi nyadar kalo selama ini gue udah salah, gue terlalu sombong dengan kepintaran gue, kehebatan gue dalam organisasi bahkan sampe-sampe gue nggak nyadar kalo gara-gara itu hubungan persahabatan gue ama Indra jadi korban karena keegoisan gue” kata Ana dengan lesu, tanpa terasa bulir hangat itu pun kembali menganak sungai.
“Udahlah, Tun. Loe nggak usah jadi melankolis gitu lagian juga semua bukan kesalahan loe kok, Indra nya aja yang terlalu sensi. Ya udah kita balik sekarang yuk gue udah kering banget nih!!”kata iput sambil menarik tangan Ana untuk segera pulang.
Sepasang mata elang itu pun kembali menatap kedua remaja itu dari kejauhan diikuti senyum kepuasan. Ia pun berpikir bahwa mungkin ia akan seterusnya begini, hanya dapat memandang kedua sahabatnya itu dari kejauhan, hanya bisa mengubah mereka melalui secarik kertas dan hanya bisa bersembunyi di balik identitas seorang ‘Mr.X’

۩۩۩

Petang mulai menyapa, sang surya telah bersiap untuk kembali ke peraduannya di balik rintik hujan sore itu. Ana pun hanya duduk terdiam di balkon rumahnya menatap sang raja hari yang sebentar lagi kan meninggalkannya. Hatinya masih diliputi awan hitam kesedihan dan penyesalan akan sikapnya selama ini terutama kepada Indra sahabt karibnya selama ini. ‘Andaikan saja waktu itu Indra tidak membuatku marah denga kata-kata sindirannya, andaikan waktu itu ia tidak mencampuri urusan pribadiku, dan andaikan ia tidak memberikan perhatian yang terlalu berlebihan padaku. Pasti saat itu emosiku tidak akan meledak’ batin Ana. Tapi siapa yang tidak mengenal Indra, ia memang sangat terkenal dengan kehebatannya dalam menyindir orang lain. Entahlah... apa ia sadar atau tidak tapi setiap kali kata yang ia keluarkan selalu saja sangat menikam dan telak bagi siapa pun yang di tuju, sehingga pastinya telah banyak orang yang tersinggung meskipun begitu kehebatannya itu tidak hanya sebatas permainan majas ironi tapi ia juga sanggup memberikan nasehat atas berbagai masalah.
“Indra...Indra... andaikan loe tau kalo gue nyesel banget udah ngebentak loe waktu itu”
                    

Nb: Terima kasih untuk 'Indra', Sahabat terbaik sepanjang masa.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar