Juni 19, 2012

MEDIAN JALAN ALA PKL DI MAKASSAR




Baru-baru ini saya dikagetkan dengan perubahan fungsi lahan di salah satu kawasan yang ada di Kota Makassar, tepatnya pada pasar sentral yang terletak di pusat Kota Makassar. Sebenarnya isu perubahan guna lahan ini telah saya dengar sejak seminggu yang lalu via radio tapi tak pernah menyangka akan seheboh dan sekacau ini dampaknya.
Sore itu sekitar pukul 04.25 saya yang pergi menggunakan angkutan umum (pete-pete kode D) menuju ke pusat kota melewati Pasar Central Makassar seakan tak bisa lagi menahan emosi, bagaimana tidak perjalanan saya selama kurang lebih 20 menit dari tamalanrea-mesjid raya telah cukup menghabiskan waktu….eh ternyata sesampainya di jalan masuk pasar sentral (Jl. Laiya) angkutan umum yang saya tumpangi mulai berjalan dengan sangat pelan bahkan seperti merayap. Jarak mesjid raya-pusat kota yang notabenenya bisa dicapai dalam waktu 5 menit menggunakan angkutan umum (pete-pete) menjadi 15 menit. Bayangkan!! Waktu yang sama untuk menempuh jarak yang cukup jauh dihabiskan untuk jarak yang sangat dekat (tidak lebih dari 200 meter). Awalnya saya berpikir apa mahasiswa juga mengadakan demo di pasar sentral?? Mengingat lambatnya angkutan umum (pete-pete) yang saya naiki melebihi kemacetan yang disebabkan oleh aksi demo mahasiswa. Tapi, hello??? Ngapain juga mahasiswa demo di sentral?? Ok akhirnya saya coba berpikir positif, mungkin banyak supir angkutan umum (pete-pete) yang menunggu penumpang ketika membayar. Tapi sebanyak apa penumpang yang turun bersamaan dan juga melakukan transaksi pembayaran hingga makan waktu lebih dari 5 menit??
Pertanyaan saya pun terjawab ketika sampai pada ujung Jl. Laiya, saya sangat kaget melihat median jalan yang berupa jalur hijau awalnya pada Jl. H.S. Cokroaminoto berubah menjadi lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya menjajakan barang dagang berupa pakaian dan berbagai jenis kain. Meskipun berubah dalam bentuk fisik, tapi tetap memiliki fungsi yang sama seperti sebelumnya sebagai median jalan. Dan inilah sumber utama kemacetan yang terjadi dari awal Jl. Laiya hingga akhir (menuju Jl. H.S. Cokroaminoto). Aktivitas perdagangan yang terjadi pada jalan raya menghambat aksesibilitas yang harusnya bebas dari hambatan dan gangguan serta memberikan kenyamanan pada pengguna jalan. Sayangnya justru hal ini sangatlah bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi di Jl. H.S. Cokroaminoto. Bahkan tidak jarang di radio banyak warga Makassar (mungkin yang rumahnya dekat situ) yang menelpon untuk sekedar menyampaikan pendapat mereka akan berbagai masalah yang timbul dari keberadaan PKL ini, mereka juga berharap agar aspirasi mereka ini tersampaikan pada walikota Makassar.
Entah siapa yang memberikan ijin dalam penggunaan badan median jalan sebagai lokasi perdagangan, tapi yang jelas pastilah ia mempunyai kekuasaan yang cukup besar di Kota Daeng ini untuk merubah jalur hijau menjadi jalur PKL mengingat dalam perencanaan tata ruang saat ini keberadaan dan fungsi lahan dari median jalan cukup menjadi sorotan utama dalam menata tata ruang Kota Makassar.
Permasalahan ketidakteraturan yang terjadi di pasar sentral bukan lagi sebuah hal yang baru dalam daftar masalah di Kota Makassar, meskipun telah berganti beberapa walikota Makassar tapi masalah ini belum juga bisa teratasi. Setiap tahun selalu saja muncul permasalahan baru dengan pusat ekonomi tradisional ini masyarakat Makassar ini, entah itu renovasi yang menghabiskan APBD cukup besar, keluhan para pedagang lokal, penataan PKL yang tak pernah selesai hingga pada hal yang paling miris seperti Kebakaran yang terjadi baru-baru ini. Semua yang terjadi pada pasar sentral semakin memberikan citra negatif bagi keberadaan pasar-pasar tradisional hingga kalah dalam persaingan ekonomi jika dibandingkan dengan supermarket-supermaket modern saat ini.
Saya sama sekali tidak menyalahkan para PKL, mengingat keberadaan mereka disana hanya  untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,  pastilah tidak dengan sendirinya melainkan dengan instruksi dari pihak berwenang atau minimal orang yang memiliki kekuasaan cukup besar, mengingat maraknya kasus penggusuran saat ini dalam hal penyalahgunaan fungsi lahan. Tapi yang saya pertanyakan adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap penempatan PKL pada median jalan (jalur hijau). Saya juga yakin bahwa penempatan tersebut sama sekali bukan termasuk dalam rencana tata ruang di kota Makassar baik skala makro maupun mikro, tidak mungkin seorang urban planner merencanakan penyelesaian permasalahan masalah di pasar sentral dengan cara seperti itu.
Beberapa hari yang lalu, saya juga pernah mendengar kabar simpang siur bahwa hal yang dilakukan pada median jalan di Jl. H.S. Cokroaminoto merupakan salah satu strategi politik dari para politikus lokal kita demi kepentingan Pilkada 2014 nanti. Jujur, saya juga sempat memikirkan hal seperti itu sebelumnya, terlalu banyak strategi dan manuver politik yang selalu dilakukan jika menjelang pesta rakyat tersebut. Hanya saja terlihat sangatlah miris,
JIKA MEMANG ITU BENAR.
 Mengapa setiap kali strategi politik yang ‘mereka’(politikus lokal-red) lakonkan harus menyeret masyarakat kecil yang tak tahu apa-apa; masyarakat yang pada dasarnya hanya berusaha mencari nafkah; masyarakat yang kemampuan intelektualnya tidaklah seberapa dengan ‘mereka’ yang bergelar Master hingga Doktor yang mampu membuat skenario seapik ini. Apa mungkin politikus lokal kita saat ini sudah selevel dengan politikus nasional dalam menyengsarakan rakyatnya????
Marilah kita berandai-andai sejenak, seandainya tahun 2014 nanti pihak yang bertanggung jawab terhadap PKL yang berada di Jl. H.S. Cokroaminoto tidak memenangkan pilkada 2014, lalu bagaimana nasib para PKL ini?? Apa kemudian mereka digusur begitu saja?? Ah…tidak segampang itu, tentulah akan terjadi masalah yang lebih rumit lagi. Lalu apa bentuk tanggung jawab pihak yang menempatkan PKL tersebut? Apa yang bisa dilakukan oleh para PKL mengingat mereka sama sekali tidak mempunyai kekuatan hukum??
JIKA KABAR ITU TIDAK BENAR
Saya sangat berharap pemandangan PKL yang saya lihat di Jl. H.S. Cokroaminoto hanyalah bersifat sementara, dalam artian pihak berwenang memiliki konsep penanganan PKL yang lebih baik lagi. Keberadaan para PKL di median jalan hanyalah selama lahan yang dibuatkan untuk mereka belum jadi, jika sudah siap maka mereka akan dipindahkan dan fungsi median jalan akan dikembalikan sebagaimana sedia kala dengan tanaman dan jalur hijau (harapan saya).
Sekadar saran bagi pihak berwenang, janganlah pernah bosan untuk memperbaiki wajah Kota Makassar dan semua masalahnya, janganlah menyepelekan kepentingan rakyat demi golongan. 
Serta saran bagi para PKL dan pedagang di pasar sentral; berpikir dan bertindaklah yang logis dan rasional demi kepentingan kalian sesama pedagang, jangan mudah terhasut oleh janji palsu tanpa kepastian hukum karena fakta yang terjadi di lapangan adalah rakyat kecil akan selalu menjadi korban bukan golongan atas.
Lakukanlah yang terbaik demi kemajuan Kota Daeng ^^

JAYAPURA, KOTA SERIBU RUKO




Pemandangan Kota Jayapura 
Mengikuti trend kota-kota besar ibu kota provinsi, kota jayapura yang notabenenya adalah ibu kota provinsi papua pun mengalami perubahan yang cukup drastic dari segi pembangunan.
Bukanlah sebuah hal yang baru lagi jika pertumbuhan suatu kota akan terfokus pada usaha untuk meningkatkan perkembangan ekonomi guna meningkatkan perekonomian daerah terutama pada kawasan perkotaan. Hal ini pun terjadi pada Kota Jayapura, kota dengan kontur alam sangat variatif antara daratan tinggi, berbukit hingga dataran redah tidak menjadi sebuah hambatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura.
Dapat kita lihat saat ini bagaimana pertumbuhan ekonomi di Tanah Papua mulai di jamuri oleh para investor-investor non lokal yang dengan bangga mendirikan berbagai jenis rumah toko (lebih dikenal dengan RUKO) di sepanjang jalan mulai dari jenis mini market, toko baju, hingga supermarket skala medium. Ruko yang dibangun pada dasarnya memiliki bentuk dan koefisien lantai bangunan yang sama, luas yang sama, serta luas lahan parkir yang sama dan satu hal yang paling penting adalah hampir semua ruko berada pada sepanjang jalan arteri Kota Jayapura.
Semua fakta ini bisa anda lihat jikalau anda baru saja tiba di Kota Jayapura baik itu melalui Pelabuhan maupun Bandara Udara maka sepanjang perjalanan melalui jalan utama (arteri) yang akan kalian lihat hanyalah dua hal yaitu pertama : Gunung dan yang kedua: Ruko. Memang jika melihat topografi kota ini, maka hal tersebut adalah sesuatu yang  lumrah jika ruko diapit oleh dua bukit selain itu juga Kota jayapura membutuhkan peningkatan dari segi ekonomi sehingga keberadaan ruko yang mulai menjamur ini bukanlah suatu hal yang salah justru menguntungkan berbagai pihak (bagi pemerintah maupun masyarakat).
Permukiman yang diapit oleh pegunungan

Tetapi pertanyaannya sekarang, adalah apakah pembangunan yang diharapkan pemrintah Kota Jayapura saat ini hanyalah sebuah konsep pembangunan jangka pendek yang mana tiap kali pergantian pemimpin daerah maka berganti pula konsep pembangunan kota ini??? Saya rasa tidak satu kota pun di Indonesia yang mau kotanya di bangun layaknya sebuah proyek tambal-sulam, selain itu juga pemerintah pusat pun tidak akan dengan bodoh menyetujui konsep pembangunan kota seperti itu.
So, kalau ditanya apa hubungannya dengan keberadaan Jayapura sebagai Kota Ruko dengan Konsep pembangunan jangka pendek??
Maka akan coba saya jelaskan dari dua aspek yang pertama dari aspek saya sebagai masyarakat kota Jayapura dan yang kedua lebih kepada segi profesionalitas penataan pembangunan perkotaan.
Menjamurnya rumah toko (RUKO) di kota jayapura saat ini memberikan peluang kerja yang cukup besar bagi kami, masyarakat Kota jayapura. Lapangan kerja menjadi lebih luas serta roda perkonomian pun semakin kencang berputar. Tidak hanya para investor yang meraup keuntungan besar dengan keberadaan ruko-ruko ini tetapi juga para penduduk lokal. Penduduk lokal yang umumnya sebagai pemilik tanah adat di Kota ini pun mendapatkan bagian yang tidak sedikit dari hasil penjualan tanah-tanah mereka yang nantinya dibangunkan sebuah ruko.

Jika kita melihat dari aspek pertama ini maka tanggapan yang akan dikeluarkan pertama adalah “justru baguskan kalau memang begitu akibatnya dari menjamurnya berbagai ruko di Kota Jayapura?!!! “
Ok. Saya sepakat itu adalah dampak positif jika saya memandang dari aspek masyarakat kota yang AWAM, tetapi coba kita memandang dari kaca mata masyarakat Kota Jayapura yang lebih cerdas.
Maka yang akan kita dapatkan adalah sebuah ketimpangan sistem perekonomian dengan menjamurnya ruko, yang pertama adalah mengapa kita (masyarakat Kota Jayapura-red) harus bekerja pada para investor non lokal itu sebagai bawahan? Mengapa tidak kita berdayakan sendiri kemampuan kita untuk menjalankan roda perekonomian Kota Jayapura? Ya…minimal kalau memang belum sanggup untuk menghandle all of project, fifty-fifty lah investasi yang di lakukan! Hal seperti ini menegaskan pada para investor non lokal bahwa kemampuan masyarakat lokal pun tak bisa disepelekan dalam hal pergerakan roda perekonomian daerah.
Ketergantungan yang cukup besar pada keberadaan investor non lokal dalam membangun kota Jayapura memberikan statement secara tidak langsung kepada masyarakat luar bahwa kita tidak memiliki SDM yang cukup berkualitas  serta modal untuk menggerakan roda perekonomian Kota ini. Bagaimana bisa kita meminta sebuah kemerdekaan untuk lepas dari NKRI sementara hal yang paling dasar seperti masalah keberadaan sebagian besar ruko saja merupakan kepemilikikan investor non lokal??!!
Hal kedua, melihat dari segi penataan perkotaan. Maka hanya satu kata saja yang bisa saya keluarkan jika ditanya pendapat saya tentang penataan Kota Jayapura saat ini dengan keberadaan rukonya yaitu KACAU!!!
Kota jayapura sebenarnya adalah salah satu kota di Indonesia yang cukup potensial untuk di tata menjadi kota yang rapi dan seimbang antar setiap kawasannya. Mengapa??? Karena kota jayapura masih merupakan kota skala kecil dengan tingkat pertumbuhan pembangunan yang umumnya masih lambat, tidak seperti kota-kota metropolitan yang memliki indeks pertumbuhan pembangunan sangat cepat dan menyeluruh sehingga sulit untuk ditata kembali. Keunggulan yang dimiliki Kota Jayapura inilah yang sangat disayangkan jika penataannya tidak memiliki arah dan seperti yang telah dikatakan sebelumnya hanya berupa perencanaan pembangunan jangka pendek.
KACAU, keberadaan ruko yang terbentang dari titik pinggiran kota (sub-urban ) hingga pusat kota (central bussines district-CBD) memberikan citra wajah Kota Jayapura sebagai Kota Seribu Ruko. Mungkin terlihat terlalu berlebihan, tetapi jika anda datang dan berkunjung ke Kota ini maka saya rasa anda akan sepakat dengan hal ini. Entah sebuah trend tetapi kemudian muncul sebuah opini bahwa tak ada lahan kosong akan sia-sia di Kota Jayapura. Semua lahan akan terealisasi dnegan berdirinya ruko, kecuali gunung yang belum di ratakan.

Melihat kepadatan Kota Jayapura dengan berbagai sarana perdagangan dari pinggiran Kota hingga pada pusat Kota memberikan kerancuan pada tata kota yang ada (kalaupun sudah dibuat??). ambilah contoh salah satu distrik seperti Abepura, kurang lebih lima tahun yang lalu distrik ini selalu dikenal sebagai pusat kota pelajar karena memang sebagian besar sarana pendidikan berbasis pada distrik ini baik dari tingkat TK hingga perguruan tinggi semua terpusat pada distrik Abepura tetapi jika kita menengok sekarang, distrik ini terlalu sesak oleh sarana perdagangan (berupa ruko). Kemudian begitu juga yang terjadi pada kawasan Waena yang notabenenya berupa kawasan sub-urban dengan focus pada permukiman penduduk juga mengalami pergeseran fungsi menjadi kawasan perdagangan dan pendidikan.
Kemudian pertanyaannya adalah, lalu apa permasalahannya?
Permasalahannya adalah ketika suatu kawasan tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka pasti akan terjadi ketimpangan dalam kehidupan setiap komponen tersebut. Keberadaan sarana perdagangan adalah suatu hal yang wajar tetapi pada standarisasinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan berarti kemudian sarana tersebut dapat tumbuh mejamur hingga membabi-buta hanya dikarenakan adanya kesempatan meraup rupiah.
Mari kita ambil contoh pada Kawasan Sub-urban Waena yang saat ini di jamuri dengan  keberadaan Ruko, permasalahan yang sangat mungkin terjadi pada kawasan ini adalah kemacetan pada beberapa tahun kedepan, mengingat banyaknya ruko yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan akan space area parkir. Awalnya konsep parkir 900 kemudian 600 hingga akhirnya ketika space tidak mampu menampung maka yang terjadi adalah parking on street. Jika sampai hal ini terjadi sama saja dengan mengurangi satu lajur jalan pada kawasan Sub-urban. Jika hal ini terjadi pada jalan kolektor saya rasa tidak terlalu bermasalah, tetapi jika pada Jalan arteri (Jl. Raya Sentani) yang notabenenya merupakan satu-satunya Jalan Utama di Kota Jayapura maka Kemacetan ala Kota Metropolitan tak dapat lagi terhindarkan, Kecuali Pemkot Jayapura berniat untuk membuat Jalan Tol baru.
Kemacetan hanyalah salah satu dampak dari ketimpangan fungsi lahan suatu kawasan, beberapa dampak lain bisa muncul seperti kekumuhan wajah kota, berkurangnya daerah resapan, hingga pada ketimpangan kehidupan sosial masyarakat yang dapat menimbulkan konflik.
Sekadar saran yang bisa saya berikan terkait permasalahan ruko yang menjamur di Kota Jayapura ini adalah terkait tegasnya pemkot setempat dalam pelaksanaan penataan ruang kota Jayapura agar sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Jayapura yang telah disusun pada Rencana Pola Ruang dan dalam penentuan kawasan lindung dan budidaya. Dan terkait regulasi izin pendirian usaha, semakin diperketat dalam pengeluaran izin usaha terutama usaha yang berada di sepanjang jalan arteri.
Ya, memang benar Kota Jayapura memang butuh peningkatan sektor ekonomi demi kesejahteraan masyarakatnya tetapi pertumbuhan yang terjadi haruslah sehat dan sesuai dengan kawasan peruntukkannya. Jangan sampai perputaran ekonomi yang menjamur saat ini hanya menjadi masalah di masa yang akan datang baik itu ketimpangan fungsi lahan maupun ketimpangan sosial ekonomi.

  

MANUSIA SIBUK



Ah, Tuhan yang baik
Sudah lama kita tak bertemu
Senin yang sibuk,
Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu
Kami seolah kehilangan waktu
Di mall, di jalanan, di kantoran,
Setiap hari kami berharap pada Minggu
Tapi kami juga manusia biasa, Tuhan,
Butuh hiburan dan istirahat

Maafkan kami, Tuhan;
Untuk hidup yang mabuk,
Kesadaran yang hiruk pikuk

Sebenarnya, kamu juga tahu, kan,
Jauh di kedalaman diriku aku masih mengenangMu-
Bagi ingatan pertama kanak-kanak
Yang selalu sulit dilupakan,
Meski kadang terlupakan

Jadi, Tuhan, please, jangan kemana-mana, ya?
Aku akan segera kembali,
Setelah yang satu ini
Ting! ;)

Disadur dari Buku Yang Galau Yang Meracau! Hal. 195 Karya Fahd Djibran

Tulisan diatas kemudian menyadarkan saya akan satu hal, bahwa selama ini kita (para manusia) terlalu jahat menjadi mahluk. Kita bertemu dan berkomunikasi dengan Tuhan semau kita, jika kita sedang mood kita pergi menemui-Nya, jika kita sedang sibuk kita meninggalkan-Nya, kita tak perlu mengatur schedule sedemikian rupa untuk dapat bertemu dengan-Nya. Oleh karena itu membuat hidup kita semakin semau-maunya kita saja.
Kita membuat paradigma seakan-akan Tuhan yang membutuhkan kita, dengan seenaknya saja kita menggunakan sisa-sisa waktu yang kita punya untuk bertemu dengan-Nya. Kita seolah-olah adalah pusat segala hal dan Ia hanyalah pengikut kita, dan tak lebih dari tempat berkeluh kesah di saat terpuruk.
Padahal sadarkah kita, disaat kita pertama kali diciptakan oleh-Nya. Posisi kita selalu dibanggakan oleh-Nya, bahkan dikatakan sebagai Mahluk paling sempurna. Bahkan ketika para mahluk_Nya yang lain memprotes penciptaan kita, Dialah yang membela kita. Kita diberikan nafas, kesehatan, harta, rasa bahagia dan semua hal yang membuat kita nyaman, bahkan kita diberikan tempat menginap secara gratis di bumi-Nya ini.
Hpffuh…..tapi emang kitanya aja yang kelewat tidak tahu diri. Kita sudah terlalu jauh jatuh dalam kesombongan dan keangkuhan kita sendiri dengan predikat Mahluk Paling Sempurna. Apa mungkin kita keluar dari jurang kesombongan itu???
Entahlah….hanya kita sendirilah yang bisa menjawab pertanyaan itu!!!

Games Nokia 3110 Classic

Buat teman-teman yang punya Hp Nokia 3110 Classic (Sumpah klasik abis ni Hp), silahkan nge-download games ini. Ya....itung-itung mengobati lelahnya hati saking klasiknya ni Hp.
He...he...Btw Hp gue juga Nokia 3110 Classic jadi sama klasiknya ^^

Games Nokia Classic

Juni 08, 2012

PULAU BARRANG-LOMPO KAYA AKAN POTENSI TETAPI LEBIH KAYA AKAN SAMPAH



Pulau Barrang Lompo adalah salah satu pulau yang berada di sisi barat Kota Makassar dengan jarak sekitar13 Km, pulau ini termasuk dalam salah satu kelurahan pada Kecamatan Ujung Tanah.
Berikut Peta Orientasi:

Secara administrasi kelurahan Barrang Lompo dibagi menjadi 4 Rukun Warga (RW) dengan luas wilayah 20,38 ha. Dari hasil analisis TIPP didapatkan luasan masing-masing RW yaitu RW I dengan luasan wilayah 3,73 ha, RW II dengan luas wilayah 5,33 ha, RW III dengan luas wilayah 6,5 ha dan RW IV dengan luas wilayah 20,38 ha. Berdasarkan data BPS Jumlah penduduk pulau ini pada tahun 2010 sebanyak 4.209 jiwa. (Wow, sangat banyak untuk skala pulau kecil).
Jangan kaget, jika anda datang berkujung ke pulau ini maka pemandangan yang anda lihat adalah kehidupan masyarakat layaknya pada suatu permukiman yang tak jauh dari Kota Makassar bukannya sebuah pulau mengingat jumlah penduduk yang banyak serta perumahan penduduk yang cukup padat pada pulau yang memiliki luas hanya 20,38 ha ini. Kalau boleh saya bilang….yang luasnya samalah dengan Perdos Unhas hanya saja kalau pada perdos perumahan elite kalo di Barranglompo Elit (Ekonomi sulit). Hehe….becanda kok, tidak semua perumahan pada pulau ini masuk kategori ekonomi sulit ada juga kok rumah batu yang cukup layak untuk dikatakan mewah. Oh ya…satu lagi nilai plus yang membuat Pulau ini ramai akan penduduk, Why????Karena di pulau ini terdapat salah satu Lab. Penelitian Marine Field  Unhas (Fak. Perikanan dan Kelautan) So, jangan heran kalo liat banyak pemuda yang berlabel mahasiswa mondar-mandir di Pulau ini lengkap dengan peralatan snorkling, konon pulau ini sudah menjadi rumah kedua bagi mereka (konon ya…..kalo mau dipercaya monggo, kalo nggak juga nggak papa^^)
Ok, back to the title. Sebenarnya judul diatas saya ambil berdasarkan eksisting dan rasa kecewa yang tak terkira (lebay…) ketika melakukan survey lapangan pada Pulau ini. Awalnya saya dan beberapa teman berencana menjadikan P. Barranglompo ini sebagai salah satu objek wisata pulau di Kota Makassar dengan konsep traveling wisata pulau dan wisata berbasis pemberdayaan masyarakat . (Sekali lagi itu awalnya…..)
Mengapa kita memilih P. Barrang Lompo???
He…he… jadi malu ceritainnya, sebenarnya berawal dari data sekunder from Om Google, yang mana pada Om Google ini penggambaran Pulau Barrang Lompo sungguh menganggumkan. Dimana digambarkan pulau Barrang Lompo memiliki cukup banyak potensi yang jika dikembangkan akan mendatangkan manfaat yang cukup banyak bagi pulau ini (Sekali lagi itu awalnya…..)
Saya akan memaparkan sedikit info yang saya dapatkan via Om Google tentang pulau ini:
¨  Barang Lompo adalah salah satu dari pulau-pulau koral di lepas pantai Ujung Pandang yang berbatasan dengan Gusung Bone Battang. Pulau ini mempunyai taman laut yang sangat elok dan menarik.
¨  Di pulau Barrang Lompo terdapat oseanorium peninggalan Jepang.
¨  Barang Lompo mempunyai sumber mata air tawar menjadikan pulau ini banyak dihuni oleh nelayan, pelayar dan beberapa keluarga perajin perak tradisional.
¨  Tradisi masyarakat yang masih dijumpai di pulau ini adalah: Upacara Lahir Bathin yakni mensucikan diri sebelum masuk bulan Ramadhan, Upacara Songkabala yakni upacara untuk menolak bala yang akan datang, Upacara Pa'rappo yakni upacara ritual yang dilaksanakan oleh para nelayan sebelum turun ke laut, Upacara Karangan yakni upacara ritual yang dilakukan oleh para nelayan ketika pulang melaut dengan memperoleh hasil yang berlimpah.
Ya, kurang lebih seperti itulah potensi yang ditawarkan via internet. Akhirnya saya dan teman2 memutuskan memilih pulau ini sebagai site perencanaan pengembangan kawasan wisata pulau.

Berbekal data internet, Tanya sana-sini (ama siapa aja yang tahu) n modal kenekatan kami pun turun lapangan untuk survey. Di tengah terik sinar mentari yang sedang sangar-sangarnya kami menaruh harapan yang sangat besar agar hasil yang didapatkan di pulau nantinya bisa memuaskan.
Dan…….eng…ing….eng…. kami benar-benar terpukau dengan pulau ini, saking tersepona (eh terpesona…) sampai pada keriput semua anggota tim survey. Gimana gak, pulau yang kita pikir diawal layaknya pulau yang minim penduduk eh….ternyata padat…super padat penduduk. Alhasil belum turun dari kapal udah pada pesimis duluan anak-anak yang lain. Tapi berhubung udah nyampe disini mau apa lagi coba, nasi udah jadi bubur…ya udah di makan aja! Survey pun tetap dilaksanakan.
Tersangka utama yang dicari adalah Pak Lurah (he…he…informan maksudnya),  pucuk di cinta ulam pun tiba. Akhirnya kita bertemu dengan Pak Lurah pulau ini, kurang lebih hampir setengah jam melakukan wawancara dengan beliau….satu kesimpulan yang didapat. OM GOOGLE Bo’ong. Eh…atau pak lurahnya yang gak tahu apa-apa. Well, dari wawancara itu kita menanyakan kebenaran akan potensi yang didapatkan dari Om Google…eh ternyata Pak Lurah malah bilang gak ada sama sekali diantara potensi-potensi itu, kalau pun ada itu udah lama sekali. Ok, kita manggut2 aja. Next wawancara warga sekitar, bagian ini nih yang buat bingung. Warganya bilang ada potensi-potensi itu TAPI pak lurah bilang gak ada, Bingung! So kita coba konfirmasi lagi eh malah katanya warga ‘Baru ji itu diangkat jadi lurah, ndak tahu apa-apa disini. Datangnya saja cuma akhir pekan……….’. Nah loh….apa-apaan ini?? untuk menghindari konflik n curhat berkepanjangan kami pun cabut, dan mencari informan yang lebih kalem. (Cari aman he…he…)
Dalam perjalanan kami mengelilingi pulau ini ada dua hal yang tidak akan pernah kami lupakan yaitu SAMPAH…..dan yang Kedua PADATNYA RUMAH. Pertanyaan pun mulai mucul kalo kayak gini, Gimana kita buat konsep perencanaan wisatanya?? Mau ratakan nih pulau lalu bangun kembali? Gile aja. Atau sekalian ganti aja lokasi survey! Rasa pesimis benar-benar udah mengalahkan semua anggota tim, hampir satu jam berpisah dan masing-masig melakukan survey mengelilingi pulau ini ternyata memberikan sedikit titik terang ketika bertemu lagi. Beradasarkan informasi, ternyata kami masih memiliki kesempatan untuk mengembangkan pulau ini menjadi kawasan wisata. Salah satunya dengan konsep wisata agro dan wisata budaya.
Pesisir Pulau Barrang Lompo, Makassar

Ya, berdasarkan survey yang dilakukan ternyata potensi masyrakat disini sebagai nelayan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengembangan yang kami rencanakan. Mengingat cara penangkapan  ikan yang dilakukan masih tradisional dan juga pelestarian ekosistem  laut. Bahkan salah satu buah tangan berupa makanan dari budidaya laut bisa dijadikan cirri khas pulau Barrang Lompo. Alhasil, kita tetap bertahan dengan lokasi perencanaan di Pulau Barrang Lompo tetapi konsep yang digunakan harus diubah sedikit dan untuk menyenangkan hati kita masing-masing sebelum balik ke Makassar, kita nikmati dulu naik odong-odong keliling pulau (mumpung Cuma Rp 1.000^^) plus makan rujak he…he….
  Kondisi Eksisting P. Barrang Lompo

Permukiman Warga
Masjid di P. Barrang Lompo

Area Pekuburan P. Barrang Lompo
Anak-Anak di P. Barrang Lompo

Sampah menjadi Hal lumrah di Pulau ini
Sampah yang tertimbun disekitar rumah penduduk

Penjualan Souvenir di Pulau Barrang Lompo
Derita Tim Survey (He...he...^^)