Juni 19, 2012

MEDIAN JALAN ALA PKL DI MAKASSAR




Baru-baru ini saya dikagetkan dengan perubahan fungsi lahan di salah satu kawasan yang ada di Kota Makassar, tepatnya pada pasar sentral yang terletak di pusat Kota Makassar. Sebenarnya isu perubahan guna lahan ini telah saya dengar sejak seminggu yang lalu via radio tapi tak pernah menyangka akan seheboh dan sekacau ini dampaknya.
Sore itu sekitar pukul 04.25 saya yang pergi menggunakan angkutan umum (pete-pete kode D) menuju ke pusat kota melewati Pasar Central Makassar seakan tak bisa lagi menahan emosi, bagaimana tidak perjalanan saya selama kurang lebih 20 menit dari tamalanrea-mesjid raya telah cukup menghabiskan waktu….eh ternyata sesampainya di jalan masuk pasar sentral (Jl. Laiya) angkutan umum yang saya tumpangi mulai berjalan dengan sangat pelan bahkan seperti merayap. Jarak mesjid raya-pusat kota yang notabenenya bisa dicapai dalam waktu 5 menit menggunakan angkutan umum (pete-pete) menjadi 15 menit. Bayangkan!! Waktu yang sama untuk menempuh jarak yang cukup jauh dihabiskan untuk jarak yang sangat dekat (tidak lebih dari 200 meter). Awalnya saya berpikir apa mahasiswa juga mengadakan demo di pasar sentral?? Mengingat lambatnya angkutan umum (pete-pete) yang saya naiki melebihi kemacetan yang disebabkan oleh aksi demo mahasiswa. Tapi, hello??? Ngapain juga mahasiswa demo di sentral?? Ok akhirnya saya coba berpikir positif, mungkin banyak supir angkutan umum (pete-pete) yang menunggu penumpang ketika membayar. Tapi sebanyak apa penumpang yang turun bersamaan dan juga melakukan transaksi pembayaran hingga makan waktu lebih dari 5 menit??
Pertanyaan saya pun terjawab ketika sampai pada ujung Jl. Laiya, saya sangat kaget melihat median jalan yang berupa jalur hijau awalnya pada Jl. H.S. Cokroaminoto berubah menjadi lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya menjajakan barang dagang berupa pakaian dan berbagai jenis kain. Meskipun berubah dalam bentuk fisik, tapi tetap memiliki fungsi yang sama seperti sebelumnya sebagai median jalan. Dan inilah sumber utama kemacetan yang terjadi dari awal Jl. Laiya hingga akhir (menuju Jl. H.S. Cokroaminoto). Aktivitas perdagangan yang terjadi pada jalan raya menghambat aksesibilitas yang harusnya bebas dari hambatan dan gangguan serta memberikan kenyamanan pada pengguna jalan. Sayangnya justru hal ini sangatlah bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi di Jl. H.S. Cokroaminoto. Bahkan tidak jarang di radio banyak warga Makassar (mungkin yang rumahnya dekat situ) yang menelpon untuk sekedar menyampaikan pendapat mereka akan berbagai masalah yang timbul dari keberadaan PKL ini, mereka juga berharap agar aspirasi mereka ini tersampaikan pada walikota Makassar.
Entah siapa yang memberikan ijin dalam penggunaan badan median jalan sebagai lokasi perdagangan, tapi yang jelas pastilah ia mempunyai kekuasaan yang cukup besar di Kota Daeng ini untuk merubah jalur hijau menjadi jalur PKL mengingat dalam perencanaan tata ruang saat ini keberadaan dan fungsi lahan dari median jalan cukup menjadi sorotan utama dalam menata tata ruang Kota Makassar.
Permasalahan ketidakteraturan yang terjadi di pasar sentral bukan lagi sebuah hal yang baru dalam daftar masalah di Kota Makassar, meskipun telah berganti beberapa walikota Makassar tapi masalah ini belum juga bisa teratasi. Setiap tahun selalu saja muncul permasalahan baru dengan pusat ekonomi tradisional ini masyarakat Makassar ini, entah itu renovasi yang menghabiskan APBD cukup besar, keluhan para pedagang lokal, penataan PKL yang tak pernah selesai hingga pada hal yang paling miris seperti Kebakaran yang terjadi baru-baru ini. Semua yang terjadi pada pasar sentral semakin memberikan citra negatif bagi keberadaan pasar-pasar tradisional hingga kalah dalam persaingan ekonomi jika dibandingkan dengan supermarket-supermaket modern saat ini.
Saya sama sekali tidak menyalahkan para PKL, mengingat keberadaan mereka disana hanya  untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,  pastilah tidak dengan sendirinya melainkan dengan instruksi dari pihak berwenang atau minimal orang yang memiliki kekuasaan cukup besar, mengingat maraknya kasus penggusuran saat ini dalam hal penyalahgunaan fungsi lahan. Tapi yang saya pertanyakan adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap penempatan PKL pada median jalan (jalur hijau). Saya juga yakin bahwa penempatan tersebut sama sekali bukan termasuk dalam rencana tata ruang di kota Makassar baik skala makro maupun mikro, tidak mungkin seorang urban planner merencanakan penyelesaian permasalahan masalah di pasar sentral dengan cara seperti itu.
Beberapa hari yang lalu, saya juga pernah mendengar kabar simpang siur bahwa hal yang dilakukan pada median jalan di Jl. H.S. Cokroaminoto merupakan salah satu strategi politik dari para politikus lokal kita demi kepentingan Pilkada 2014 nanti. Jujur, saya juga sempat memikirkan hal seperti itu sebelumnya, terlalu banyak strategi dan manuver politik yang selalu dilakukan jika menjelang pesta rakyat tersebut. Hanya saja terlihat sangatlah miris,
JIKA MEMANG ITU BENAR.
 Mengapa setiap kali strategi politik yang ‘mereka’(politikus lokal-red) lakonkan harus menyeret masyarakat kecil yang tak tahu apa-apa; masyarakat yang pada dasarnya hanya berusaha mencari nafkah; masyarakat yang kemampuan intelektualnya tidaklah seberapa dengan ‘mereka’ yang bergelar Master hingga Doktor yang mampu membuat skenario seapik ini. Apa mungkin politikus lokal kita saat ini sudah selevel dengan politikus nasional dalam menyengsarakan rakyatnya????
Marilah kita berandai-andai sejenak, seandainya tahun 2014 nanti pihak yang bertanggung jawab terhadap PKL yang berada di Jl. H.S. Cokroaminoto tidak memenangkan pilkada 2014, lalu bagaimana nasib para PKL ini?? Apa kemudian mereka digusur begitu saja?? Ah…tidak segampang itu, tentulah akan terjadi masalah yang lebih rumit lagi. Lalu apa bentuk tanggung jawab pihak yang menempatkan PKL tersebut? Apa yang bisa dilakukan oleh para PKL mengingat mereka sama sekali tidak mempunyai kekuatan hukum??
JIKA KABAR ITU TIDAK BENAR
Saya sangat berharap pemandangan PKL yang saya lihat di Jl. H.S. Cokroaminoto hanyalah bersifat sementara, dalam artian pihak berwenang memiliki konsep penanganan PKL yang lebih baik lagi. Keberadaan para PKL di median jalan hanyalah selama lahan yang dibuatkan untuk mereka belum jadi, jika sudah siap maka mereka akan dipindahkan dan fungsi median jalan akan dikembalikan sebagaimana sedia kala dengan tanaman dan jalur hijau (harapan saya).
Sekadar saran bagi pihak berwenang, janganlah pernah bosan untuk memperbaiki wajah Kota Makassar dan semua masalahnya, janganlah menyepelekan kepentingan rakyat demi golongan. 
Serta saran bagi para PKL dan pedagang di pasar sentral; berpikir dan bertindaklah yang logis dan rasional demi kepentingan kalian sesama pedagang, jangan mudah terhasut oleh janji palsu tanpa kepastian hukum karena fakta yang terjadi di lapangan adalah rakyat kecil akan selalu menjadi korban bukan golongan atas.
Lakukanlah yang terbaik demi kemajuan Kota Daeng ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar