Baru-baru ini saya dikagetkan dengan perubahan fungsi
lahan di salah satu kawasan yang ada di Kota Makassar, tepatnya pada pasar
sentral yang terletak di pusat Kota Makassar. Sebenarnya isu perubahan guna
lahan ini telah saya dengar sejak seminggu yang lalu via radio tapi tak pernah
menyangka akan seheboh dan sekacau ini dampaknya.
Sore itu sekitar pukul 04.25 saya yang pergi
menggunakan angkutan umum (pete-pete kode D) menuju ke pusat kota melewati
Pasar Central Makassar seakan tak bisa lagi menahan emosi, bagaimana tidak
perjalanan saya selama kurang lebih 20 menit dari tamalanrea-mesjid raya telah
cukup menghabiskan waktu….eh ternyata sesampainya di jalan masuk pasar sentral
(Jl. Laiya) angkutan umum yang saya tumpangi mulai berjalan dengan sangat pelan
bahkan seperti merayap. Jarak mesjid raya-pusat kota yang notabenenya bisa
dicapai dalam waktu 5 menit menggunakan angkutan umum (pete-pete) menjadi 15
menit. Bayangkan!! Waktu yang sama untuk menempuh jarak yang cukup jauh
dihabiskan untuk jarak yang sangat dekat (tidak lebih dari 200 meter). Awalnya
saya berpikir apa mahasiswa juga mengadakan demo di pasar sentral?? Mengingat
lambatnya angkutan umum (pete-pete) yang saya naiki melebihi kemacetan yang
disebabkan oleh aksi demo mahasiswa. Tapi, hello??? Ngapain juga mahasiswa demo
di sentral?? Ok akhirnya saya coba berpikir positif, mungkin banyak supir
angkutan umum (pete-pete) yang menunggu penumpang ketika membayar. Tapi
sebanyak apa penumpang yang turun bersamaan dan juga melakukan transaksi
pembayaran hingga makan waktu lebih dari 5 menit??
Pertanyaan saya pun terjawab ketika sampai pada ujung
Jl. Laiya, saya sangat kaget melihat median jalan yang berupa jalur hijau
awalnya pada Jl. H.S. Cokroaminoto berubah menjadi lapak Pedagang Kaki Lima
(PKL) yang umumnya menjajakan barang dagang berupa pakaian dan berbagai jenis
kain. Meskipun berubah dalam bentuk fisik, tapi tetap memiliki fungsi yang sama
seperti sebelumnya sebagai median jalan. Dan inilah sumber utama kemacetan yang
terjadi dari awal Jl. Laiya hingga akhir (menuju Jl. H.S. Cokroaminoto).
Aktivitas perdagangan yang terjadi pada jalan raya menghambat aksesibilitas
yang harusnya bebas dari hambatan dan gangguan serta memberikan kenyamanan pada
pengguna jalan. Sayangnya justru hal ini sangatlah bertolak belakang dengan
keadaan yang terjadi di Jl. H.S. Cokroaminoto. Bahkan tidak jarang di radio
banyak warga Makassar (mungkin yang rumahnya dekat situ) yang menelpon untuk
sekedar menyampaikan pendapat mereka akan berbagai masalah yang timbul dari
keberadaan PKL ini, mereka juga berharap agar aspirasi mereka ini tersampaikan
pada walikota Makassar.
Entah siapa yang memberikan ijin dalam penggunaan
badan median jalan sebagai lokasi perdagangan, tapi yang jelas pastilah ia mempunyai
kekuasaan yang cukup besar di Kota Daeng ini untuk merubah jalur hijau menjadi
jalur PKL mengingat dalam perencanaan tata ruang saat ini keberadaan dan fungsi
lahan dari median jalan cukup menjadi sorotan utama dalam menata tata ruang
Kota Makassar.
Permasalahan ketidakteraturan yang terjadi di pasar
sentral bukan lagi sebuah hal yang baru dalam daftar masalah di Kota Makassar,
meskipun telah berganti beberapa walikota Makassar tapi masalah ini belum juga
bisa teratasi. Setiap tahun selalu saja muncul permasalahan baru dengan pusat
ekonomi tradisional ini masyarakat Makassar ini, entah itu renovasi yang
menghabiskan APBD cukup besar, keluhan para pedagang lokal, penataan PKL yang
tak pernah selesai hingga pada hal yang paling miris seperti Kebakaran yang
terjadi baru-baru ini. Semua yang terjadi pada pasar sentral semakin memberikan
citra negatif bagi keberadaan pasar-pasar tradisional hingga kalah dalam
persaingan ekonomi jika dibandingkan dengan supermarket-supermaket modern saat
ini.
Saya sama sekali tidak menyalahkan para PKL, mengingat
keberadaan mereka disana hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, pastilah
tidak dengan sendirinya melainkan dengan instruksi dari pihak berwenang atau
minimal orang yang memiliki kekuasaan cukup besar, mengingat maraknya kasus
penggusuran saat ini dalam hal penyalahgunaan fungsi lahan. Tapi yang saya
pertanyakan adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap penempatan PKL pada
median jalan (jalur hijau). Saya juga yakin bahwa penempatan tersebut sama
sekali bukan termasuk dalam rencana tata ruang di kota Makassar baik skala
makro maupun mikro, tidak mungkin seorang urban planner merencanakan
penyelesaian permasalahan masalah di pasar sentral dengan cara seperti itu.
Beberapa hari yang lalu, saya juga pernah mendengar
kabar simpang siur bahwa hal yang dilakukan pada median jalan di Jl. H.S.
Cokroaminoto merupakan salah satu strategi politik dari para politikus lokal
kita demi kepentingan Pilkada 2014 nanti. Jujur, saya juga sempat memikirkan
hal seperti itu sebelumnya, terlalu banyak strategi dan manuver politik yang
selalu dilakukan jika menjelang pesta rakyat tersebut. Hanya saja terlihat
sangatlah miris,
JIKA MEMANG ITU BENAR.
Mengapa setiap
kali strategi politik yang ‘mereka’(politikus lokal-red) lakonkan harus
menyeret masyarakat kecil yang tak tahu apa-apa; masyarakat yang pada dasarnya
hanya berusaha mencari nafkah; masyarakat yang kemampuan intelektualnya
tidaklah seberapa dengan ‘mereka’ yang bergelar Master hingga Doktor yang mampu
membuat skenario seapik ini. Apa mungkin politikus lokal kita saat ini sudah selevel
dengan politikus nasional dalam menyengsarakan rakyatnya????
Marilah kita berandai-andai sejenak, seandainya tahun 2014 nanti pihak yang bertanggung jawab terhadap
PKL yang berada di Jl. H.S. Cokroaminoto tidak memenangkan pilkada 2014, lalu
bagaimana nasib para PKL ini?? Apa kemudian mereka digusur begitu saja??
Ah…tidak segampang itu, tentulah akan terjadi masalah yang lebih rumit lagi.
Lalu apa bentuk tanggung jawab pihak
yang menempatkan PKL tersebut? Apa yang bisa dilakukan oleh para PKL mengingat
mereka sama sekali tidak mempunyai kekuatan hukum??
JIKA KABAR ITU TIDAK BENAR
Saya sangat berharap pemandangan PKL yang saya lihat
di Jl. H.S. Cokroaminoto hanyalah bersifat sementara, dalam artian pihak
berwenang memiliki konsep penanganan PKL yang lebih baik lagi. Keberadaan para
PKL di median jalan hanyalah selama lahan yang dibuatkan untuk mereka belum
jadi, jika sudah siap maka mereka akan dipindahkan dan fungsi median jalan akan
dikembalikan sebagaimana sedia kala dengan tanaman dan jalur hijau (harapan saya).
Sekadar saran bagi pihak berwenang, janganlah pernah
bosan untuk memperbaiki wajah Kota Makassar dan semua masalahnya, janganlah
menyepelekan kepentingan rakyat demi golongan.
Serta saran bagi para PKL dan pedagang di pasar
sentral; berpikir dan bertindaklah yang logis dan rasional demi kepentingan
kalian sesama pedagang, jangan mudah terhasut oleh janji palsu tanpa kepastian
hukum karena fakta yang terjadi di lapangan adalah rakyat kecil akan selalu
menjadi korban bukan golongan atas.
Lakukanlah yang terbaik demi kemajuan Kota Daeng ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar