Juni 19, 2012

JAYAPURA, KOTA SERIBU RUKO




Pemandangan Kota Jayapura 
Mengikuti trend kota-kota besar ibu kota provinsi, kota jayapura yang notabenenya adalah ibu kota provinsi papua pun mengalami perubahan yang cukup drastic dari segi pembangunan.
Bukanlah sebuah hal yang baru lagi jika pertumbuhan suatu kota akan terfokus pada usaha untuk meningkatkan perkembangan ekonomi guna meningkatkan perekonomian daerah terutama pada kawasan perkotaan. Hal ini pun terjadi pada Kota Jayapura, kota dengan kontur alam sangat variatif antara daratan tinggi, berbukit hingga dataran redah tidak menjadi sebuah hambatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura.
Dapat kita lihat saat ini bagaimana pertumbuhan ekonomi di Tanah Papua mulai di jamuri oleh para investor-investor non lokal yang dengan bangga mendirikan berbagai jenis rumah toko (lebih dikenal dengan RUKO) di sepanjang jalan mulai dari jenis mini market, toko baju, hingga supermarket skala medium. Ruko yang dibangun pada dasarnya memiliki bentuk dan koefisien lantai bangunan yang sama, luas yang sama, serta luas lahan parkir yang sama dan satu hal yang paling penting adalah hampir semua ruko berada pada sepanjang jalan arteri Kota Jayapura.
Semua fakta ini bisa anda lihat jikalau anda baru saja tiba di Kota Jayapura baik itu melalui Pelabuhan maupun Bandara Udara maka sepanjang perjalanan melalui jalan utama (arteri) yang akan kalian lihat hanyalah dua hal yaitu pertama : Gunung dan yang kedua: Ruko. Memang jika melihat topografi kota ini, maka hal tersebut adalah sesuatu yang  lumrah jika ruko diapit oleh dua bukit selain itu juga Kota jayapura membutuhkan peningkatan dari segi ekonomi sehingga keberadaan ruko yang mulai menjamur ini bukanlah suatu hal yang salah justru menguntungkan berbagai pihak (bagi pemerintah maupun masyarakat).
Permukiman yang diapit oleh pegunungan

Tetapi pertanyaannya sekarang, adalah apakah pembangunan yang diharapkan pemrintah Kota Jayapura saat ini hanyalah sebuah konsep pembangunan jangka pendek yang mana tiap kali pergantian pemimpin daerah maka berganti pula konsep pembangunan kota ini??? Saya rasa tidak satu kota pun di Indonesia yang mau kotanya di bangun layaknya sebuah proyek tambal-sulam, selain itu juga pemerintah pusat pun tidak akan dengan bodoh menyetujui konsep pembangunan kota seperti itu.
So, kalau ditanya apa hubungannya dengan keberadaan Jayapura sebagai Kota Ruko dengan Konsep pembangunan jangka pendek??
Maka akan coba saya jelaskan dari dua aspek yang pertama dari aspek saya sebagai masyarakat kota Jayapura dan yang kedua lebih kepada segi profesionalitas penataan pembangunan perkotaan.
Menjamurnya rumah toko (RUKO) di kota jayapura saat ini memberikan peluang kerja yang cukup besar bagi kami, masyarakat Kota jayapura. Lapangan kerja menjadi lebih luas serta roda perkonomian pun semakin kencang berputar. Tidak hanya para investor yang meraup keuntungan besar dengan keberadaan ruko-ruko ini tetapi juga para penduduk lokal. Penduduk lokal yang umumnya sebagai pemilik tanah adat di Kota ini pun mendapatkan bagian yang tidak sedikit dari hasil penjualan tanah-tanah mereka yang nantinya dibangunkan sebuah ruko.

Jika kita melihat dari aspek pertama ini maka tanggapan yang akan dikeluarkan pertama adalah “justru baguskan kalau memang begitu akibatnya dari menjamurnya berbagai ruko di Kota Jayapura?!!! “
Ok. Saya sepakat itu adalah dampak positif jika saya memandang dari aspek masyarakat kota yang AWAM, tetapi coba kita memandang dari kaca mata masyarakat Kota Jayapura yang lebih cerdas.
Maka yang akan kita dapatkan adalah sebuah ketimpangan sistem perekonomian dengan menjamurnya ruko, yang pertama adalah mengapa kita (masyarakat Kota Jayapura-red) harus bekerja pada para investor non lokal itu sebagai bawahan? Mengapa tidak kita berdayakan sendiri kemampuan kita untuk menjalankan roda perekonomian Kota Jayapura? Ya…minimal kalau memang belum sanggup untuk menghandle all of project, fifty-fifty lah investasi yang di lakukan! Hal seperti ini menegaskan pada para investor non lokal bahwa kemampuan masyarakat lokal pun tak bisa disepelekan dalam hal pergerakan roda perekonomian daerah.
Ketergantungan yang cukup besar pada keberadaan investor non lokal dalam membangun kota Jayapura memberikan statement secara tidak langsung kepada masyarakat luar bahwa kita tidak memiliki SDM yang cukup berkualitas  serta modal untuk menggerakan roda perekonomian Kota ini. Bagaimana bisa kita meminta sebuah kemerdekaan untuk lepas dari NKRI sementara hal yang paling dasar seperti masalah keberadaan sebagian besar ruko saja merupakan kepemilikikan investor non lokal??!!
Hal kedua, melihat dari segi penataan perkotaan. Maka hanya satu kata saja yang bisa saya keluarkan jika ditanya pendapat saya tentang penataan Kota Jayapura saat ini dengan keberadaan rukonya yaitu KACAU!!!
Kota jayapura sebenarnya adalah salah satu kota di Indonesia yang cukup potensial untuk di tata menjadi kota yang rapi dan seimbang antar setiap kawasannya. Mengapa??? Karena kota jayapura masih merupakan kota skala kecil dengan tingkat pertumbuhan pembangunan yang umumnya masih lambat, tidak seperti kota-kota metropolitan yang memliki indeks pertumbuhan pembangunan sangat cepat dan menyeluruh sehingga sulit untuk ditata kembali. Keunggulan yang dimiliki Kota Jayapura inilah yang sangat disayangkan jika penataannya tidak memiliki arah dan seperti yang telah dikatakan sebelumnya hanya berupa perencanaan pembangunan jangka pendek.
KACAU, keberadaan ruko yang terbentang dari titik pinggiran kota (sub-urban ) hingga pusat kota (central bussines district-CBD) memberikan citra wajah Kota Jayapura sebagai Kota Seribu Ruko. Mungkin terlihat terlalu berlebihan, tetapi jika anda datang dan berkunjung ke Kota ini maka saya rasa anda akan sepakat dengan hal ini. Entah sebuah trend tetapi kemudian muncul sebuah opini bahwa tak ada lahan kosong akan sia-sia di Kota Jayapura. Semua lahan akan terealisasi dnegan berdirinya ruko, kecuali gunung yang belum di ratakan.

Melihat kepadatan Kota Jayapura dengan berbagai sarana perdagangan dari pinggiran Kota hingga pada pusat Kota memberikan kerancuan pada tata kota yang ada (kalaupun sudah dibuat??). ambilah contoh salah satu distrik seperti Abepura, kurang lebih lima tahun yang lalu distrik ini selalu dikenal sebagai pusat kota pelajar karena memang sebagian besar sarana pendidikan berbasis pada distrik ini baik dari tingkat TK hingga perguruan tinggi semua terpusat pada distrik Abepura tetapi jika kita menengok sekarang, distrik ini terlalu sesak oleh sarana perdagangan (berupa ruko). Kemudian begitu juga yang terjadi pada kawasan Waena yang notabenenya berupa kawasan sub-urban dengan focus pada permukiman penduduk juga mengalami pergeseran fungsi menjadi kawasan perdagangan dan pendidikan.
Kemudian pertanyaannya adalah, lalu apa permasalahannya?
Permasalahannya adalah ketika suatu kawasan tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka pasti akan terjadi ketimpangan dalam kehidupan setiap komponen tersebut. Keberadaan sarana perdagangan adalah suatu hal yang wajar tetapi pada standarisasinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan berarti kemudian sarana tersebut dapat tumbuh mejamur hingga membabi-buta hanya dikarenakan adanya kesempatan meraup rupiah.
Mari kita ambil contoh pada Kawasan Sub-urban Waena yang saat ini di jamuri dengan  keberadaan Ruko, permasalahan yang sangat mungkin terjadi pada kawasan ini adalah kemacetan pada beberapa tahun kedepan, mengingat banyaknya ruko yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan akan space area parkir. Awalnya konsep parkir 900 kemudian 600 hingga akhirnya ketika space tidak mampu menampung maka yang terjadi adalah parking on street. Jika sampai hal ini terjadi sama saja dengan mengurangi satu lajur jalan pada kawasan Sub-urban. Jika hal ini terjadi pada jalan kolektor saya rasa tidak terlalu bermasalah, tetapi jika pada Jalan arteri (Jl. Raya Sentani) yang notabenenya merupakan satu-satunya Jalan Utama di Kota Jayapura maka Kemacetan ala Kota Metropolitan tak dapat lagi terhindarkan, Kecuali Pemkot Jayapura berniat untuk membuat Jalan Tol baru.
Kemacetan hanyalah salah satu dampak dari ketimpangan fungsi lahan suatu kawasan, beberapa dampak lain bisa muncul seperti kekumuhan wajah kota, berkurangnya daerah resapan, hingga pada ketimpangan kehidupan sosial masyarakat yang dapat menimbulkan konflik.
Sekadar saran yang bisa saya berikan terkait permasalahan ruko yang menjamur di Kota Jayapura ini adalah terkait tegasnya pemkot setempat dalam pelaksanaan penataan ruang kota Jayapura agar sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Jayapura yang telah disusun pada Rencana Pola Ruang dan dalam penentuan kawasan lindung dan budidaya. Dan terkait regulasi izin pendirian usaha, semakin diperketat dalam pengeluaran izin usaha terutama usaha yang berada di sepanjang jalan arteri.
Ya, memang benar Kota Jayapura memang butuh peningkatan sektor ekonomi demi kesejahteraan masyarakatnya tetapi pertumbuhan yang terjadi haruslah sehat dan sesuai dengan kawasan peruntukkannya. Jangan sampai perputaran ekonomi yang menjamur saat ini hanya menjadi masalah di masa yang akan datang baik itu ketimpangan fungsi lahan maupun ketimpangan sosial ekonomi.

  

2 komentar:

  1. Aiii maaak, setuju sekali, di mana-mana ruko, bikin tambah macet saja. Apalagi jalan utama cuma satu biji, kalo ada apa-apa dengan itu jalan, kacaulah semua satu kota. Ruko banyak sih ga masalah,tapi harus sesuai dengan RTRW.

    Ngemeng-ngemeng tulisan2mu bagus mace, kritis. Coba atuh di kirim ke media massa, misal Cepos atau sejenisnya. Atau malah sudah lagi =D

    BalasHapus
    Balasan
    1. he..he...makasih
      baru juga belajar nulis fren...^^

      Hapus